BANDARLAMPUNG - Sejumlah SMP swasta di Bandarlampung mengalami penurunan jumlah siswa dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021.
Ketua Forum Komunikasi Kepala Swasta (FKKS) SMP Bandarlampung Ahmad Zainuddin membeberkan dari 73 sekolah swasta, sekitar 90 persen mengalami penurunan. Kendati angka persentase penurunannya berbeda-beda. Dari jumlah tersebut, sekolah yang telah memberikan data sekitar 50 persen. Dan sekolah-sekolah itu mendapatkan murid di bawah 20 persen.
“Dari hasil rapat kemarin, banyak yang mengalami penurunan jumlah muridnya tahun ini,” katanya seperti dikutip dari Radar Lampung (Fajar Indonesia Network Grup), Kamis (16/7).
Menurut Zainuddin, turun drastisnya jumlah siswa tersebut dipengaruhi banyak faktor. Seperti lulusan SD/MI yang tidak seimbang dengan perkembangan sekolah SMP negeri maupun swasta.
“Artinya, lulusan SD/MI setiap tahun menurun. Dilain pihak, sekolah SMP negeri maupun swasta bertambah. Sehingga penerimaannya menurun,” jelasnya.
Kemudian, selain penerimaan siswa semakin menurun, juga nasib guru yang sudah sertifikasi di swasta. Sebab, guru yang sudah mendapatkan sertifikasi di swasta, tidak bisa mendapatkan sertifikasi jika jumlah siswa kurang.
Hingga, dampak lain juga. Yakni sekolah tersebut bisa tutup jika secara anggaran operasional tidak bisa tertutupi.
“Kita bisa saja ambil langkah itu. Tapi itupun kalau disetujui yayasan,” ujar Kepala SMP Padjajaran tersebut.
Pada tahun ajaran 2020/2021 ini, SMP Pajajaran Bandarlampung hanya mendapatkan 15 siswa. Sedangkan jumlah guru sebanyak 12 orang. Dimana 11 orang diantaranya telah tersertifikasi.
Terpisah, Kepala SMP PGRI 6 Bandarlampung Sugiyanto menambahkan, sekolah setempat mendapatkan siswa sekitar 128 siswa atau 4 rombel. Dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah tersebut menurun dibandingkan tahun lalu yang bisa mendapatkan 9 rombel.
“Lebih dari 50 persen turunnya,” imbuhnya.
Sugiyanto mengatakan, penurunan jumlah siswa di SMP swasta dipengaruhi berbagai hal. Bisa jadi karena memang adanya pandemi Covid-19, sekolah yang juga semakin bertambah, maupun kemungkinan sebagian besar lulusan SD/MI tidak meneruskan ke jenjang berikutnya.
“Kita tidak tahu, kemungkinan bisa dari tiga hal itu,” tukasnya.
Selain itu, ia juga mengatakan, jika jumlah siswa kurang, guru yang telah tersertifikasi di swasta juga terancam mengalami penurunan penghasilan. Sebab, jam mengajar guru tersertifikasi tersebut tidak terpenuhi yang berdampak pada tidak bisa cairnya dana sertifikasi bagi guru bersangkutan dari pemerintah.
“Karena guru-guru yang sudah tersertifikasi di swasta tidak bisa pindah ke sekolah negeri,” tandasnya.