Ada Jenderal di Belakang Joko Tjandra

fin.co.id - 16/07/2020, 01:00 WIB

Ada Jenderal di Belakang Joko Tjandra

JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mengecam keras tindakan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri yang sudah mengeluarkan Surat Jalan kepada Joko Tjandra, sehingga buronan kelas kakap itu bebas berpergian dari Jakarta ke Kalimantan Barat dan kemudian menghilang lagi.

Dari data yang diperoleh IPW, Surat Jalan untuk Joko Tjandra dikeluarkan Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS, dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020, yang ditandatangi Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetyo Utomo.

”Dalam surat jalan tersebut, Joko Tjandra disebutkan berangkat ke Pontianak Kalimantan Barat pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020,” ungkap Ketua Presidium Ind Police Watch Neta S. Pane kepada Fajar Indonesia Network (FIN) Rabu (15/7).

BACA JUGA: INFOGRAFIS: Potensi Kekeringan di Indonesia

Yang menjadi pertanyaan IPW apakah mungkin sekelas jenderal bintang satu (Brigjen) dengan jabatan Kepala Biro Karokorwas PPNS Bareskrim Polri berani mengeluarkan Surat Jalan untuk seorang buronan kakap sekelas Joko Tjandra? Apalagi, sambung Neta, biro tempatnya bertugas tidak punya urgensi untuk mengeluarkan Surat Jalan untuk seorang pengusaha dengan label yang disebut Bareskrim Polri sebagai konsultan.

”Lalu siapa yang memerintahkan Brigjen Prasetyo Utomo untuk memberikan Surat Jalan itu. Apakah ada sebuah persekongkolan jahat untuk melindungi Joko Tjandra. Untuk itu Komisi III DPR harus membentuk Pansus Joko Tjandra untuk mengusut kemungkinan adanya persengkongkolan jahat untuk melindungi koruptor yang menjadi buronan itu,” paparnya.

IPW juga mendesak agar Brigjen Prasetyo Utomo segera dicopot dari jabatannya dan diperiksa oleh Propam Polri. ”Prasetyo Utomo sendiri adalah alumni Akpol 1991, teman satu Angkatan dengan Kabareskrim Komjen Sigit,” tegas Neta.

BACA JUGA: Nikita Mirzani Divonis 6 Bulan Tapi Tidak Dipenjara, Eh Gimana Bisa

IPW mengecam keras tindakan Bareskrim Polri yang sangat tidak promoter, yang tidak segera menangkap buronan kelas kakap Joko Tjandra, yang sudah masuk ke dalam markas besarnya. Tapi ironisnya Joko Tjandra malah dilindungi dan diberikan surat jalan.

”Melihat kinerja Bareskrim Polri yang mengerikan ini, sudah saatnya Presiden Jokowi turun tangan mengevaluasi kinerja Bareskrim Polri. Sebab melindungi dan memberi Surat Jalan pada buronan kasus korupsi sekelas Joko Tjandra sama artinya menampar muka Presiden Jokowi yang selalu menekankan pemberantasan korupsi di negeri ini,” terang Neta yang ditegaskan dalam keterangan tertulisnya.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Arief Poyuono menambahkan kaburnya Joko Tjandra sebagai buronan terpidana korupsi harus ada yang bertanggungjawab.

”Harus ada pejabat di instituti terkait yang bertanggung jawab, enak benar ya pejabat imigrasi lepas tangan dengan hanya beralasan petugas imigrasi nya masih baru saat Joko Tjandra buat paspor. Tapikan kepala Imigrasinya bukan pegawai baru yang nanda tangani paspor Joko S Chandra yang dibuat 20 Juni,” bebernya.

BACA JUGA: Alasan Mengapa Patah Hati Itu Menyakitkan

Dalam kondisi ini Arief sepakat, kasus ini telah memojokan Presiden Joko Widodo ”Kasian Presiden Jokowi akhirnya terkena dampaknya Joko Tjandra. Kader demokrat sekarang minta Jokowi klarifikasi karena bertemu dengan adik kandung Joko Tjandra,” terangnya.

Menurutnya, lolosnya Joko Tjandra itu yang paling bertanggung jawab yakni Dirjen Imigrasi. ”Kalau memang terang dan jelas, secara otomati harus dicopot segera ya. Ini sebagai bentuk pertanggung jawaban pada masyarakat Indonesia,” terangnya.

Hebohnya kasus ini pun sudah mendapat perhatian dari Kejaksaan Tinggi Negeri DKI Jakarta. Mereka telah membentuk tim dan membantu upaya penangkapan Djoko Tjandra atau Joko Sugiarto Tjandra, buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. ”Kami sudah mendapat laporan dari pimpinan dan terus berupaya menangkap yang bersangkutan,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri DKI Jakarta Asri Agus Putra.

Asri mengatakan Djoko Tjandra merupakan buronan Kejaksaan Agung sudah terpidana, ketika telah divonis atau memiliki kekuatan hukum tetap lalu kabur dan melarikan diri ke luar negeri.

Menurut Asni, sejak ada informasi Djoko Tjandra mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 8 Juni 2020, sejak itu pula Kejati DKI Jakarta bersama jajaran Kejari lainnya berusaha untuk menangkapnya.

BACA JUGA: PPDB Pilih Kasih, Kantor Disdik Jabar Digeruduk Massa

Tidak hanya itu, lanjut Asri, sejak adanya upaya PK yang diajukan Djoko Tjandra, Kejati DKI juga melakukan koordinasi dengan instansi terkait yang kompeten terkait keluar masuk buronan Kejaksaan Agung tersebut dari Indonesia."Semua sudah kami sampaikan dan kami laporkan ke pimpinan,” jelanya.

Djoko Tjandra pada 8 Juni 2020 diketahui telah mengajukan upaya hukum PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Djoko Tjandra telah kabur dari Indonesia sejak 2009 dan terakhir telah menjadi warga negara Papua Nugini.

Sebelum mengajukan PK, Djoko Tjandra terlebih dahulu mengurus KTP elektronik di Kelurahan Grogol, Jakarta Selatan. Imbas dari terbitnya KTP-el tersebut, lurah Grogol Selatan Asep Subahan dinonaktifkan dari jabatannya, dan kasus tersebut tengah diselidiki oleh Inspektorat DKI Jakarta.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan pelayanan penerbitan KTP elektronik bagi warga DKI Jakarta secara lebih cepat karena ketersediaan blanko KTP-e yang dilengkapi dengan sistem yang baik dan jaringan yang kuat.

BACA JUGA: Meeting Online Pakai UMeetMe Tidak Bikin Kuota Jebol, Cukup Bayar Rp10

Namun perlu diketahui pula, sistem Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi di Indonesia, termasuk di Provinsi DKI Jakarta, tidak tersambung atau terintegrasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, dalam hal ini Direktorat Administrasi Hukum Umum dan Imigrasi.

Admin
Penulis