Realisasi Anggaran Perlindungan Sosial Masih Rendah

fin.co.id - 10/07/2020, 05:30 WIB

Realisasi Anggaran Perlindungan Sosial Masih Rendah

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Hingga per 31 Juni 2020, pemerintah telah mencairkan anggaran perlindungan sosial 35,6 persen atau setara Rp72,5 triliun.

Angka pencairan tersebut terbilang masih cukup rendah dari pagu yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp203,9 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani berharap realisasi penyaluran perlindungan sosial hingga akhir tahun 2020 bisa mencapai 100 persen.

"Belum 100 persen karena 100 persennya Desember pak, tiap bulannya kami bayarkan," ujarnya saat Rapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Kamis (9/7).

Dari jumlah tersebut, lanjut Sri Mulyani, paling banyak yang telah dicairkan pemerintah berasal dari Program Keluarga Harapan (PKH), yakni Rp24,1 triliun. Angka itu 64,4 persen dari pagu yang ditetapkan sebesar Rp37,4 triliun.

"Untuk PKH juga sudah dilakukan eksekusi perbulannya. Ini bantuan tunai bersyarat untuk 10 juta masyarakat," tuturnya.

Kemudian, bantuan sosial (bansos) tunai Rp15,6 triliun atau 48 persen dari pagu Rp32,4 triliun. Diikuti kartu sembako yang telah cair Rp20,5 triliun atau 47 persen dari pagu Rp43,6 triliun.

Selanjutnya untuk diskon listrik telah dicairkan Rp3,1 triliun atau 44,9 persen dari pagu Rp6,9 triliun. Sementara itu, bansos sembako cair Rp1,4 triliun atau 20,1 persen dari pagu Rp6,8 triliun.

Sedangkan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa telah dicairkan sebesar Rp5,5 triliun atau 17,3 persen dari pagu Rp31,80 trilin dan Kartu Prakerja telah cair Rp2,4 triliun atau 12,1 persen dari pagu Rp20 triliun.

Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna menyoroti masih data penduduk yang amburadul dalam realisasi anggaran perlindungan sosial. "Alokasi perlindungan soal adalah data penduduk yang masih berantakan," ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (9/7).

Menurutnya, selama ini tidak ada keseriusan dari pemerintah dalam memperbarui data masyarakat miskin, ditambah lagi di tengah pandemi Covid-19. Potensi penduduk miskin akan bertambah di mana kelompok menengah rentan untuk jatuh miskin.

"Dari awal memang pemerintah tidak serius untuk menangani data penduduk miskin sebab sudah terlalu berantakan," pungkasnya.

Diketahui, Kementerian Sosial (Kemensos) sejak 2015 belum memperbaharui data penduduk miskin. Maka, tidak heran bansos salah sasaran. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kendalanya adalah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan anggaran. (din/fin)

Admin
Penulis