News . 30/06/2020, 10:31 WIB
JAKARTA - Penyerapan anggaran untuk bidang kesehatan menjadi sorotan tajam oleh Presiden Joko Widodo. Warning ini pun tidak main-main, setelah mengetahui adanya ketidakberesan dalam pendisitribusian. Tak pelak isu reshuffle pun kembali berkembang.
Menanggapi hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, upaya pemulihan akibat pandemi Covid-19 baru mencapai 4,68 persen dari total alokasi sebesar Rp87,55 triliun yang diplot di Kementerian Kesehatan. ”Hari ini (Kemarin, Red) kami bisa memberikan update mengenai proses pemulihan ekonomi nasional untuk kesehatan telah mencapai 4,68 persen,” katanya dalam RDP bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (29/6).
Jika dikalkulasi, angka tersebut meningkat dibandingkan sebelumnya. ”Penyerapannya masih berada di level 1,54 persen karena terjadi gap antara realisasi keuangan dan fisik sehingga perlu percepatan proses administrasi penagihan.
Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo dalam Rapat Terbatas Percepatan Penanganan Dampak Pandemi Covid-19 pada Senin (29/6) meminta pembayaran pelayanan kesehatan dipercepat pencairannya dan jika perlu dengan memotong prosedur di Kementerian Kesehatan. ”Saya minta pembayaran untuk pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan Covid-19 ini dipercepat pencairannya. Jangan sampai ada keluhan,” katanya.
Sebagai informasi, total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp695,2 triliun terdiri dari kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 triliun.
Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara pada 18 Juni 2020 lalu, Presiden Joko Widodo (JokowI) menegur dengan keras penyerapan anggaran di bidang kesehatan baru 1,53 persen dari total anggaran yang disiapkan sebesar Rp75 triliun. Akibatnya, menurut Presiden Jokowi, uang beredar di masyarakat seluruhnya terhenti di sana.
”Ini masalah koordinasi sering mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan, tapi ada langkah-langkah yang sudah dilakukan Kemenkes untuk mengnyinergikan kekuatan ini untuk mencari solusi bersama,” ujar Moeldoko.
Masalah selanjutnya adalah pada proses verifikasi data tenaga kesehatan. ”Verifikasi data tenaga kesehatan juga perlu ada koordinasi, jangan sampai ada salah sasaran dan masalah ketiga ada regulasi Kemenkes yang lama menghadapi situasi seperti ini. Regulasi itu tidak cocok lagi, jadi perlu ada perbaikan,” jelas Moeldoko.
”Gemasnya Presiden dari angka 1-5 sudah mendekati angka 5. Presiden ingin skema bantuan tadi, bansos, bantuan ekonomi dan keuangan itu tidak telat, kalau terlambat Presiden mengatakan dunia usaha sudah mati, UMKM sudah mati juga. Ini peringatan kesekian kalinya bukan baru kali ini, kalau terlambat, sudah bahaya,” timpal Moeldoko.
Dalam arahan 18 Juni 2020 tersebut, Presiden Jokowi bahkan membuka opsi reshuffle menteri atau pembubaran lembaga yang masih bekerja biasa-biasa saja. ”Bisa saja, membubarkan lembaga, bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya, entah buat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang lebih penting lagi. Kalau memang diperlukan. Karena memang suasana ini harus ada, kalau bapak ibu tidak merasakan itu sudah,” kata Presiden Jokowi sambil mengangkat kedua tangannya. (fin/ful)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com