News . 27/06/2020, 05:55 WIB
PURWOREJO - Ratusan petani buah Markisa di wilayah Kecamatan Bagelen Kabupaten merugi akibat terdampak pandemi Covid-19. Dalam 3 bulan terakhir, komoditas pertanian andalan mereka tak dapat diekspor karena adanya pembatasan transportasi udara.
Sejak sekitar tahun 2018 lalu, Markisa hasil budidaya petani dipasarkan ke mancanegara melalui PT Mega Inovasi Organik yang berkantor di Lendah Kulon Progo Jogjakarta.
"Wilayah Kecamatan Bagelen ini memiliki potensi yang besar, selain menghasilkan buah durian dan manggis yang menjadi ikon Purworejo, juga sebagai penghasil buah Markisa. Dimana warga telah membudidayakan buah itu dan berhasil ekspor ke negara Jerman, sejak tahun 2018 lalu," kata Kartono Ginanjar Wibowo, Internal Control Sistem (ICS) PT Mega Inovasi Organik, saat ditemui di Desa Hargorojo Kecamatan Bagelen seperti dikutip dari Magelang Ekspres (Fajar Indonesia Network Grup), Jumat (26/6).
Disebutkan, ada sekitar 508 petani pembudidaya Markisadi di wilayah Kecamatan Bagelen. Mereka tersebar di 4 desa, yakni Hargorojo, Tlogokotes, Somorejo, dan Soko Agung. Di bawah binaan PT Mega Inovasi Organik, para petani mampi memasarkan buah Markisa ke Jerman sebanyak 300 Kg setiap pekannya.
"Kami sebenarnya mendapat permintaan ekspor buah Markisa ke Jerman sebanyak 1 ton dalam seminggu. Namun, karena belum banyak warga yang membudidayakan, kami baru mampu mengirimkan buah Markisa rata-rata 300 Kg per minggunya," sebutnya.
Menurutnya, buah Markisa itu diminati oleh negara Jerman sebagai salah satu buah konsumsi segar. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi untuk ekspor ke negara itu, yakni buah segar dengan produk organik.
“Jadi buah harus organik, tanpa pupuk kimia dan bahan pengawet lainya," ungkapnya.
Harga buah Markisa memang fluktuatif, menyesuaikan harga pasar. Namun, cukup menjanjikan dan menguntungkan petani.
"Dulu awal kami beli dengan harga Rp4 ribu per Kg dari petani, kini telah kami hargai menjadi Rp8 ribu/kg dari petani. Padahal dalam waktu dekat ini harga buah Markisa akan dinaikan kembali, karena banyaknya peminat dari mancanegara," ujarnya.
Suyono, petani asal Dusun Ngarjo Desa Hargorojo mengaku merugi akibat pandemi Covid-19 ini. Ia bersama petai lain mengaku sudah menanam buah Markisa ini sejak tahun 2017. Meski hanya memiliki beberapa pohon, ia sudah mampu panen hingga 20 Kg per pekan.
“Sejak pandemi datang, kami tak bisa menikmati hasil panen, karena tak lagi bisa dijual ekspor," kata Suyono.
Selama pandemi, buah Markisa yang telah matang hanya dibiarkan jatuh berserakan di tanah begitu saja. Petani berharap, pemerintah dapat segera memberikan kemudahan transportasi udara dengan memberikan tiket murah, sehingga peluang ekspor dapat dilakukan kembali.
"Jika panen ya paling dijadikan pakan ayam, atau kalau tidak ya dibiarkan jatuh begitu saja. Bagi yang kreatif ada beberapa yang dibikin inovasi menjadi sirup Markisa, tapi karena peminat pasar lokal kurang, jadi hanya dibuat sesuai pesanan saja," ucapnya. (Eko)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com