JAKARTA - DPR diminta segera menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, menjadi undang-undang (UU). Saat ini, statusnya masih RUU dan sedang dalam proses pembahasan.
Sebab, ada sejumlah pasal dalam peraturan sebelumnya yang hanya mengatur penundaan pemilihan jika terjadi bencana atau gangguan di tingkat wilayah. Pemerintah menginginkan ada pasal yang mengatur soal penundaan pilkada jika terjadi bencana berskala nasional. Seperti pandemi virus COVID-19.
"Perubahan pengaturan UU untuk waktu penundaan dengan mencermati pasal-pasal tentang penundaan dan pemilihan lanjutan hanya diperlukan perubahan pasal. Yakni yang mengatur tentang penundaan dan pemilihan lanjutan,” kata Mendagri Tito Karnavian saat Raker Komisi II DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/6).
Menurutnya, Perppu nomor 2 tahun 2020 tidak banyak mengubah substansi yang ada dalam UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Tito menjelaskan tentang perubahan pasal yang menjadi payung hukum bagi penundaan Pilkada. Yaitu pasal 120, 121, dan 122. "Perubahan tentang pasal tersebut akan dapat menjadi payung hukum bagi penundaan Pilkada. Dengan begitu, dapat memberikan fleksibilitas khususnya mengenai pandemi COVID-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya," papar mantan Kapolda Metro Jaya ini.
Hal tersebut, lanjut Tito, sesuai dengan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR pada 20 Maret 2020 lalu. Saat itu, DPR, pemerintah, KPU, Bawaslu, dan DKPP setuju menunda Pilkada dengan tiga opsi. Selain itu, RDP juga menyepakati ketika pandemi COVID-19 berakhir, tahapan Pilkada dapat dimulai kembali.
"Namun, dalam perjalanannya tidak ada satupun ahli kesehatan yang menjamin kapan berakhirnya pandemi COVID-19 ini. Karena itu, dipandang perlu untuk mengubah pasal-pasal terkait dalam ketentuan UU No. 1 tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2014," tuturnya.
Dalam pasal 120 di UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada belum menyebutkan kerusakan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana sosial atau gangguan lainnya yang bersifat nasional. Sifatnya hanya parsial wilayah. "UU tersebut belum menyebutkan bagaimana kalau terjadi gangguan yang bersifat nasional. Karena itu, diperlukan perubahan pasal. Yaitu Pasal 120 serta penambahan dua pasal. Yakni Pasal 122A dan Pasal 201A," ucapnya.
Sementara dalam Perppu mengatur penundaan dan pelaksanaan pemilu serentak lanjutan. Ini apabila sebagian wilayah pemilihan, seluruh wilayah pemilihan, sebagian besar atau seluruh daerah terjadi kedaruratan akibat kerusuhan, bencana alam, bencana non-alam, atau gangguan lainnya. Apabila hal itu terjadi, tahapan Pilkada serentak tidak dapat dilaksanakan.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Ilham Saputra menegaskan 270 daerah se-Indonesia siap menggelar Pilkada serentak 2020. Hanya ada dua daerah yang tidak menggelar Pemilu. Yakni Provinsi Aceh dan DKI Jakarta.
Seperti diketahui, Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di 270 daerah se-Indonesia. Rinciannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur di sembilan provinsi, pemilihan bupati dan wakil bupati di 224 kabupaten, serta pemilihan wali kota dan wakil walikota di 37 kota.
"Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan dengan melanjutkan tahapan yang tertunda. Adapun pemungutan suara dijadwalkan diselenggarakan pada 9 Desember 2020. Sedangkan proses perhitungan dan rekapitulasi suara terhitung mulai tanggal 9 hingga 26 Desember 2020," jelas Ihlam.(rh/fin)