News . 23/06/2020, 03:15 WIB
JAKARTA - Berbagai persiapan terus dilakukan KPU RI menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Salah satunya soal pemilih yang terpapar COVID-19. Mereka tetap bisa memberikan hak suaranya dengan cara difasilitasi oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal ini berdasarkan Peraturan KPU pelaksanaan Pilkada 2020 dalam situasi pandemi COVID-19.
" Pemberian fasilitas itu diberikan oleh petugas KPPS dengan didampingi pengawas di TPS dan para saksi. Mereka akan membawa perlengkapan pemungutan suara dan mendatangi pemilih yang bersangkutan," ujar Ketua KPU RI Arief Budiman saat rapat bersama Komisi II DPR, Bawaslu, Dirjen Otonomi Daerah dan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, di Jakarta, Senin (22/6).
Apabila pelaksanaan pemungutan suara dilakukan di rumah sakit, KPPS juga harus berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. "Petugas yang datang ke rumah sakit, akan menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap serta menerapkan protokol pencegahan penularan COVID-19," imbuhnya.
Arief menambahkan pelayanan yang diberikan kepada pemilih berkategori pasien Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Untuk mendatangi pemilih berkategori pasien ODP dan PDP, diperlukan persetujuan para saksi dan pengawas pemilu lapangan (PPL). "KPPS dapat mendatangi pemilih tersebut berdasarkan persetujuan saksi dan PPL. Namun, tetap mengutamakan kerahasiaan pemilih," paparnya.
Selain itu, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara juga wajib berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Teknis pemungutan suara dilakukan KPPS mirip dengan teknis pemungutan suara di rumah sakit. Yakni menggunakan APD lengkap dan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
Sementara itu, Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, memastikan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 akan berjalan sesuai prosedur protokol kesehatan penanganan COVID-19.
"Kami sudah mengajukan usulan anggaran untuk menyiapkan tahapan sesuai prosedur protokol kesehatan. Ini sudah dan sedang diproses. Kami juga sudah berkoordinasi dengan KPU daerah dalam rangkaian penyiapan logistik. Terutama untuk memastikan alat pelindung diri," jelasnya.
Menurutnya, KPU sudah menerbitkan surat edaran tentang tahapan pilkada sesuai protokol kesehatan. KPU juga terus mengupayakan beberapa regulasi lainnya. Seperti petunjuk teknis yang menjadi panduan bagi penyelenggara di daerah. "Surat edaran dan petunjuk teknis itu sambil menunggu Peraturan KPU terkait pilkada sesuai protokol kesehatan bisa diundangkan," ucapnya.
Tidak hanya itu. Untuk menjamin protokol kesehatan, KPU juga akan mengatur batasan orang yang hadir pada rapat umum ketika kampanye pilkada. "KPU mendorong kampanye lebih dilakukan lewat ranah virtual," terangnya.
Untuk tahapan pemungutan suara, KPU akan menambah TPS. Tujuannya agar tidak terjadi penumpukan pemilih saat hari pemilihan. KPU, lanjutnya, juga menyiapkan bilik suara khusus bagi pemilih yang diduga menunjukkan gejala COVID-19. "Pemilih yang sedang mendapatkan perawatan atau karantina COVID-19 di rumah sakit rujukan tidak perlu datang ke TPS. Penyelenggara pemilu yang akan mendatangi dengan menggunakan alat pelindung diri lengkap," pungkasnya.
Terpisah, pendiri Negrit, Hadar Nafis Gumay, meminta pemerintah tidak terburu-buru menggelar Pemilu. Menurutnya, sejumlah negara yang tetap menggelar Pemilu dinilai banyak yang berantakan. "Ada sekitar 20 negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Hasilnya berantakan. Mulai dari persiapan, tahapan hingga tingkat partisipasi pemilihnya," kata Hadar di Jakarta, Senin (22/6).
Hanya satu atau dua negara saja yang berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Tetapi, hasilnya juga tidak signifikan. Dia mencontohkan pemilu lokal Bavaria di Jerman. Tingkat partisipasi hanya naik sekitar 3 persen.
Kemudian, di Korea Selatan. Pemilu di negeri Ginseng itu cukup sukses. Namun, karena sistem dan regulasinya sudah siap. "Sistem itu sudah berjalan sejak periode-periode sebelumnya. Mereka merancang dan menjalankannya akibat wabah MERS dan SARS," ucapnya.
Selain itu, Korea Selatan menggelontorkan anggaran tambahan yang besar untuk menyukseskan pemilu legislatif yang digelar pada April 2020 lalu. "Tetapi negara lainnya berantakan. Coba lihat, pra pemilu di Amerika Serikat juga berantakan," terangnya.
Selain 20 negara yang memutuskan tetap melangsungkan pemilu di tengah pandemik, sebanyak 60 negara lain memilih menunda penyelenggaraan pemilihan umum. "Untuk Indonesia, menurut saya tidak usah buru-buru menyelenggarakannya. Apalagi 9 Desember. Siapkan dulu dengan matang, dalam beberapa bulan ke depan. Setelah itu, baru bisa lanjutkan lagi," pungkasnya.(rh/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com