JAKARTA — Sikap tegas ditunjukkan Fraksi NasDem terkait kebijakan pemerintah mengalokasikan dana talangan bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merugi. Langkah ini dinilai tidak strategis, apalagi ada bunga pinjaman yang nantinya justru bisa menjadi jebakan bagi BUMN itu sendiri.
Menurut anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Rapsel Ali, ada kesan lepas tangan sebagian BUMN saat usaha mereka mengalami kerugian. Masalah ini langsung dialihkan pada negara dan membuat beban keuangan semakin berat.
“BUMN harus kreatif. Jangan sedikit-sedikit melemparkan tanggung jawab pada pemerintah. Kalau pun nantinya menerima dana talangan, harus dipergunakan seefisien mungkin. Wajib memiliki business plan mulai dari tahap peminjaman, investasi, hingga pengembalian pinjaman,” jelas Rapsel saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirut BUMN di DPR, Senayan, Senin, 22 Juni.
Terkait sikap fraksi, Rapsel menyebut NasDem menyetujui dua skema penyelamatan BUMN lain yakni Penyertaan Modal Negara (PMN) dan pencairan hutang dari pemerintah. Langkah ini dinilai cukup strategis untuk membantu BUMN yang kesulitan karena dampak pandemi Covid-19.
“Tetapi untuk dana talangan kami kurang setuju. Jangan sampai hanya digunakan untuk membayar hutang yang jatuh tempo, bukan untuk penyelamatan usaha,” warning politisi yang mewakili Dapil 1 Sulsel ini.
Seperti diketahui, dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah mengalokasikan anggaran untuk BUMN sebesar Rp 42,07 triliun.
Dari total nilai tersebut, pemerintah akan menyalurkan kepada lima BUMN dalam bentuk dana talangan modal kerja dengan total nilai mencapai Rp 19,65 triliun.
Kelima BUMN tersebut adalah PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Perkebunan Nusantara (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan Perum Perumnas. (*)