News . 18/06/2020, 00:08 WIB
JAKARTA - Pemberian remisi terhadap mantan Bendahara Partai Demokrat M. Nazaruddin, meunurut Indonesia Corruption Watch (ICW) bertentangan dengan Pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.
Dalam aturan itu menyebutkan syarat terpidana kasus korupsi mendapatkan remisi diantaranya bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau justice collaborator (JC).
”Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC,” terang peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (23/6).
Selain itu, pada akhir 2019 yang lalu Ombudsman juga sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin Bandung lebih luas dibanding sel terpidana lainnya.
”Tentu jika temuan ini benar, maka semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian berlakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012,” jelasnya.
Ditambah lagi, poin berlakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi.
Atas fakta-fakta ini, ICW meminta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly segera menganulir keputusan cuti menjelang bebas atas terpidana bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
”Pemberian remisi kepada Nazaruddin ini semakin menguatkan indikasi bahwa Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (17/6).
Sebab, lanjut Kurnia, berdasarkan putusan dua perkara korupsi yang menjerat Nazaruddin, seharusnya terpidana ini baru dapat menghirup udara bebas pada 2024 atau setelah menjalani masa pemidanaan 13 tahun penjara.
”Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera,” kata dia.
Keputusan Kemenkumham untuk memberikan remisi pada Nazaruddin seakan telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi.
”Terlebih lagi, kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp54,7 miliar,” timpalnya.
Di sisi lain, Nazaruddin juga dikenakan pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah. Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp500 miliar turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi.
Terpisah Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Rika Aprianti dalam keterangan yang diterima Fajar Indonesia Network (FIN) menyebut Nazaruddin telah melunasi denda.
Sementara pemberian CMB tersebut merupakan usulan dari Kepala Lapas Klas I Sukamiskin karena Nazaruddin akan selesai menjalani masa pidana pada 13 Agustus 2020 mendatang.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com