News . 12/06/2020, 03:52 WIB

KPU Tidak Siap e-Voting

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Pilkada Serentak akan digelar pada 9 Desember 2020 mendatang. Sejumlah pihak mengusulkan penggunaan elektronik voting (e-voting) saat hari pencobloasan. Tujuannya untuk menghindari penularan COVID-19. KPU tidak siap jika harus menerapkan pemungutan suara e-voting dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.

"Untuk Pilkada 2020, KPU belum mempersiapkan. Kalau pun dipaksakan harus disiapkan, untuk saat ini tidak siap. Jadi saya nggak mau berandai-andai dulu," ujar Ketua KPU Arief Budiman di Jakarta, Kamis (11/6).

Menurutnya, menyiapkan sebuah sistem baru tidak bisa dipaksakan secara cepat. Sebab, banyak yang harus dilakukan untuk merealisasikannya. Dia mengatakan sistem berbasis dalam elektronik yang dapat diterapkan adalah rekapitulasi hasil pemungutan suara elektronik. Rekapitulasi tersebut juga tidak langsung diterapkan di seluruh daerah pemilihan. "Melainkan beberapa daerah yang dinyatakan sudah siap. Tujuan penerapan rekapitulasi elektronik itu sesungguhnya adalah untuk Pemilihan umum 2024," imbuhnya.

Untuk merealisasikan rekapitulasi elektronik, KPU harus melakukan banyak tahapan. Mulai dari persiapan, pengujian, perbaikan dan penyempurnaan lainnya sejak awal 2020 ini. "Kami sudah melakukan beberapa kali simulasi. Bahkan rencananya simulasi dilanjutkan pada April lalu. Namun karena COVID-19, simulasi tertunda," tukasnya.

Demikian pula untuk pemungutan suara elektronik. Menurutnya, metode ini juga harus melewati banyak tahapan agar benar-benar bisa diterapkan. "Artinya persiapannya juga harus cukup lama. Tidak bisa cepat dan mendadak. Terus terang, untuk e-Voting pada Pilkada 2020 ini, KPU tidak siap," pungkasnya.

Sementara itu, anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar menegaskan lembaganya siap menjalankan fungsi pengawasan dalam pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Perlindungan kesehatan tidak hanya kepada pemilih. Tetapi juga para penyelenggara. Baik petugas KPU dan Bawaslu di daerah.

"Kita sudah sepakat Pilkada pada 9 Desember 2020, sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2020. Nah untuk itu, bagi penyelenggara pemilu di daerah butuh perlindungan kesehatan. Jadi tidak hanya pemilih saja. Tetapi juga petugas wajib dilindungi. Termasuk petugas Bawaslu dan KPU juga," terang Fritz di Jakarta, Kamis (11/6).

Menurutnya, dalam Peraturan KPU (PKPU) sudah ada aturan pelaksanaan pemilu ketika dalam keadaan bencana. Hal tersebut secara teknis sedang dibahas bersama. Ia mencontohkan, ketentuan menggunakan masker atau sarung tangan bagi petugas pemilu. Semua itu memerlukan anggaran tambahan. "Mereka melakukan verifikasi pemilih, harus pakai masker dan ikuti protokol kesehatan. Setidaknya harus ada hand sanitizer dan masker," jelasnya.

Akademisi dari Universitas Brawijaya, Bambang Suprioyono, mengatakan, dalam kondisi seperti ini, kinerja Bawaslu dituntut lebih cermat. Semua komponen penyelenggara pemilu harus berusaha menjamin agar semua kondisi fisik tetap sehat dan terbebas dari wabah. Sementara hingga saat ini pandemi masih berlangsung.

"Ada baiknya diperhatikan dengan seksama. Terutama menyangkut ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan. Termasuk fasilitas pendukungnya. Hal ini membutuhkan dukungan pendanaan. Maka, akan lebih baik jika setelah dihitung dengan cermat. Pemerintah bisa segera menetapkan anggaran tambahan perlindungan kesehatan dari wabah COVID-19 untuk penyelenggaraan Pilkada," kata Bambang.

Anggaran tersebut dibutuhkan untuk pengadaan peralatan pelindung diri. Khususnya petugas KPU dan Bawaslu daerah serta pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pilkada. Antara lain gugus tugas pilkada Kemendagri bersama lembaga lainnya. Seperti DPR RI dan DPD RI. "Kepastian pendanaan tambahan sebaiknya segera diputuskan untuk menjamin pelaksanaan Pilkada," paparnya.

Terpisah, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Munardo menyatakan Pilkada Serentak 2020 harus menaati dan menjalankan protokol kesehatan COVID-19. Dari 261 kabupaten/kota yang akan melaksanakan pilkada, 40 daerah di antaranya termasuk zona merah.

"Gugus Tugas telah merekomendasikan penyelenggaraan Pilkada 2020. Namun dengan catatan khusus. Yaitu harus menaati protokol kesehatan. Semua kegiatan yang dilakukan harus berdasarkan kajian. Ini dimulai dengan pra-kondisi untuk seluruh daerah yang melaksanakan pilkada. Sehingga petugas di lapangan dan masyarakat memahami," tegas Doni Munardo di Jakarta, Kamis (11/6).

Menurutnya, sebanyak 99 kabupaten/kota masuk zona orange atau risiko sedang. Sementara 72 masuk zona kuning atau risiko ringan. Sebanyak 43 masuk zona hijau. "Daerah yang akan mengikuti Pilkada Serentak 2020 untuk kabupaten/kota sebanyak 261 kabupaten/kota, terdiri atas 43 tidak terdampak, 72 risiko ringan, 99 risiko sedang, dan 40 risiko tinggi," paparnya.

Doni meminta penyelenggara pilkada bisa mengetahui secara rinci daerah mana saja yang berstatus zona hijau, kuning, orange dan merah. "Bisa saja daerah yang masuk zona merah jelang Pilkada, berubah menjadi zona kuning. Sebaliknya juga begitu. Status zona tersebut terus berkembang dinamis. Tergantung tingkat kesiapan daerah dalam penanganan COVID-19. Ini penting bagi penyelenggara pilkada," pungkasnya.(rh/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com