News . 10/06/2020, 02:32 WIB

Lebih Takut Lapar Dibanding COVID-19

Penulis : Admin
Editor : Admin

JAKARTA - Sebagian besar masyarakat lebih takut kelaparan dibandingkan tertular virus Corona (COVID-19). Merasa khawatir tidak dapat bekerja dan menerima penghasilan.

"Sebagian masyarakat memang masih mengkhawatirkan tertular COVID-19. Jumlahnya 25,3 persen. Tetapi, lebih banyak yang merasa khawatir tidak dapat bekerja atau takut kelaparan. Jumlahnya mencapai 67,4 persen," kata Direktur Eksekutif Voxpopuli Research Center, Dika Moehamad di Jakarta, Selasa (9/6). Sementara sekitar 7,3 persen tidak menjawab atau tidak tahu.

Terkait kehidupan normal baru di tengah masih tingginya kurva penyebaran COVID-19, mayoritas publik menyetujuinya. Temuan survei Voxpopuli menunjukkan 78,1 persen responden menginginkan pemberlakuan normal baru. Hanya sebagian kecil atau 16,5 persen yang tidak setuju. Sisanya 5,4 persen tidak tahu atau tidak menjawab.

Menurut Dika, persoalan kesehatan atau ekonomi yang harus diutamakan harus dipecahkan oleh pembuat kebijakan. Setelah hampir tiga bulan terdampak COVID-19, publik menginginkan aktivitas ekonomi segera dibuka kembali. Situasi normal baru memang membolehkan masyarakat untuk kembali beraktivitas. Namun, tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Di antaranya penggunaan masker, tetap melakukan jaga jarak (physical distancing), hingga cuci tangan atau memakai penyanitasi tangan (hand sanitizer).

"Secara mutlak masyarakat bersedia memakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan untuk mencegah penularan COVID-19. Ini jumlahnya 84,3 persen. Hanya sebagian kecil yang tidak bersedia 13,6 persen. Sisanya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 2,1 persen," paparnya.

Survei dilakukan pada 26 Mei hingga 1 Juni 2020, melalui telepon kepada 1.200 responden yang diambil secara acak. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Sementara itu, Wapres Ma'ruf Amin menyatalam tantangan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat di new normal akan menjadi lebih berat dibanding masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Menurut Ma'ruf, masa penerapan PSBB membuat sebagian besar masyarakat menghentikan kegiatannya. Namun, ketika masa transisi dari PSBB menuju normal baru, sejumlah warga harus memulai kembali aktivitas untuk bekerja. "Dalam rangka menjaga social distancing, belajar, ibadah dan bekerja dari rumah itu relatif lebih mudah dibandingkan ketika mulai berada kegiatan," jelas Ma'ruf di Jakarta, Selasa (9/6).

Dia meminta masyarakat lebih menaati protokol kesehatan di masa transisi maupun di era normal baru nanti. "Sebab kalau tidak, ini bisa menimbulkan transmisi COVID-19 bisa meningkat lagi. Jadi sekarang ini relatif sudah bisa terkontrol. Sehingga kita bisa memasuki new normal. Tetapi kuncinya adalah kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan," paparnya.

Selain itu, ekonomi juga menjadi tantangan lain yang harus dikerjakan. Menurutnya, persoalan tersebut harus segera diatasi supaya tidak berkelanjutan menjadi krisis ekonomi. "Kalau keterpurukan ekonomi ini tidak ditanggulangi sekarang, itu bisa sangat berbahaya. Itu bisa jadi krisis. Untuk melakukan pemulihan terlalu berat," ucapnya. Ma'ruf mengatakan dua persoalan tersebut harus menjadi perhatian bersama antara pemerintah dan masyarakat. Yakni bangkit dan produktif di era normal baru pandemi COVID-19.

Hal senada disampaikan juru bicara Presiden Fadjroel Rachman. Menurutnya, era normal baru hingga saat ini masih dalam tahap persiapan. Dikatakan, ciri utama pemberlakuan kenormalan baru adalah selalu memakai masker, selalu menjaga jarak, tidak berkumpul secara masif dan selalu mencuci tangan. "Presiden memberi contoh kenormalan baru itu dengan cara bertemu masyarakat," ujar Fadjroel.(rh/fin)

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com