News . 09/06/2020, 03:50 WIB
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengatakan mayoritas kader partainya mendukung sistem politik proporsional terbuka dalam RUU Pemilu. Dia menjelaskan tiga poin argumentasi mendukung sistem proporsional terbuka. Pertama, lebih akomodatif terhadap kader partai yang menjadi tokoh masyarakat. Kedua, sistem tersebut lebih akomodatif dan menghargai suara rakyat atau pemilih dalam pemilu. Ketiga, pengalaman menunjukkan Partai tetap mempunyai kekuasaan dan kekuatan pengendalian. Karena calon adalah kader partai.
"Sikap resmi Fraksi Gerindra akan disampaikan dalam pembahasan RUU Pemilu bersama pemerintah. Ada beberapa poin krusial dalam RUU tersebut yang masih terus disempurnakan dan dimatangkan diinternal Gerindra. Sabtu (6/6) lalu, Partai Gerindra menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Dalam Rapimnas tersebut mematangkan ambang batas parlemen dan sistem pemilu. Selain itu, atas permintaan DPD dan DPC Gerindra meminta Prabowo Subianto kembali menjadi Ketua Umum Partai Gerindra," tuturnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai NasDem, Saan Mustopa menambahkan ada beberapa isu krusial yang ada dalam draf RUU Pemilu. Yang mengusulkan sistem tertutup adalah Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar. Sedangkan pengusung sistem pemilu terbuka adalah Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKB, Fraksi PKS, dan Fraksi Partai Demokrat. "Fraksi PAN juga diyakini ingin sistem pemilu terbuka. Begitu juga dengan Fraksi Gerindra," jelas Saan.
Terpisah, Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Ahmad M. Ali menyatakan fraksinya mengusulkan ambang batas parlemen sebesar 7 persen. Tetapi, masih terbuka dialog untuk mendiskusikannya. "Misalnya, PDIP menawarkan ambang batas parlemen 5 persen lebih moderat kenaikannya. Tujuannya sama dengan NasDem 7 persen. Nanti pasti ada titik temunya," kata M. Ali di Jakarta, Senin (8/6).
Menurutnya, kenaikan ambang batas parlemen berjalan konsisten dari tiap pemilu. Tujuan untuk merampingkan jumlah partai politik dan memperkuat sistem presidensial. "Kenaikan ambang batas parlemen tersebut bukan kepentingan Fraksi NasDem. Namun untuk perbaikan demokrasi di Indonesia. Ini kalau tidak dibatasi, tidak menutup kemungkinan orang akan bisnis dan mendirikan partai politik dengan modal Rp50 miliar. Kemudian jualan. Itulah fungsi pembatasan ambang batas parlemen," ucap Ali.
RUU Pemilu, lanjutnya, belum ada draf dan naskah akademiknya. Baru sebatas diskusi usulan antara pemerintah dan Komisi II DPR RI. Karena itu, dia mempertanyakan apabila ada pihak yang sudah mengkritisi RUU Pemilu padahal drafnya saja belum ada.
Karena itu, pembahasan RUU Pemilu khususnya terkait ambang batas parlemen masih dinamis. Sehingga masih terbuka dialog untuk mendiskusikan. Karena ada partai yang mengusulkan 4 persen, 5 persen, dan 7 persen. "Jadi tidak benar kalau DPR ingin mengubah sistem pemilu. Karena mayoritas fraksi mengusulkan proporsional terbuka. Terkait sistem pemilu, dua partai mengusulkan tertutup dan lima partai mengusulkan terbuka. Ini tujuannya untuk mencari desain sistem pemilu yang akomodatif dan mewakili kepentingan rakyat," tuturnya.(rh/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com