Saan mengatakan kalau misalnya nanti akan dilakukan dalam satu waktu yang bersamaan, itu tidak dilakukan di 2024 namun di 2027 agar tidak ada masa jabatan dari kepala daerah yang berkurang. Karena itu dia menginginkan seluruh kepala daerah seperti gubernur, bupati/walikota, masa jabatannya adalah lima tahun.
BACA JUGA: Kantor Pertanahan Kota Tangerang Melayani dari Hati
Selain itu menurut dia, Komisi II DPR juga berkepentingan untuk bisa mendapatkan masukan dengan cara membuka ruang partisipasi publik guna memberikan masukan dalam pembahasan RUU Pemilu. Misalnya Fraksi Nasdem sudah beberapa kali baik secara langsung sebelum pandemi Covid-19 melibatkan kelompok di luar partai dan ketika pandemi kami juga meminta masukan dengan diskusi virtual para penggiat pemilu.Langkah itu menurut dia merupakan hal penting agar UU Pemilu yang dihasilkan DPR bukan produk hukum yang eksklusif namun melibatkan partisipasi publik secara masif dalam penyusunannya. Dia menilai hal itu penting karena UU Pemilu bukan hanya mengikat partai politik namun semua pihak untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkualitas.
Saan juga menyebut beberapa isu krusial yang ada dalam draf Rancangan RUU Pemilu yang akan dibahas secara mendalam, salah satunya terkait sistem pemilu, ada dua pendapat yaitu sistem terbuka dan tertutup.
”Dan sistem pemilu, memang ada dua alternatif yang sedang dibahas yaitu sistem terbuka dan beberapa fraksi yang ingin sistem tertutup,” kata Saan dalam diskusi virtual bertajuk ”Kemana Arah RUU Pemilu”.
Ditambahkannya fraksi yang mengusulkan sistem tertutup adalah Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Partai Golkar namun masih ada ruang untuk varian lain. Menurut dia, pengusung sistem pemilu terbuka adalah Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKB, Fraksi PKS, dan Fraksi Partai Demokrat. ”Lalu saya yakin Fraksi PAN tetap ingin sistem pemilu ini terbuka, dan Fraksi Gerindra belum menentukan sikapnya,” ujarnya.
BACA JUGA: Grafik Pasien Sembuh Menggembirakan
Saan menjelaskan yang menjadi perdebatan dalam draf RUU Pemilu adalah terkait ambang batas parlemen atau "parlementary treshold" yaitu ada tiga alternatif usulan yang mengemuka.Pertama sambung Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu, usulan ambang batas parlemen sebesar 7 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR dan berlaku nasional yang diusulkan Fraksi NasDem dan Fraksi Golkar.
”Alternatif kedua, usulan ambang batas parlemen sebesar 5 persen untuk DPR RI, 4 persen untuk DPRD Provinsi, dan 3 persen untuk DPRD Kabupaten/Kota. Jadi berjenjang di nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, ini diajukan PDIP,” katanya.
Untuk alternatif ketiga, usulan ambang batas parlemen sebesar 4 persen untuk DPR RI dan 0 persen untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang diusulkan PPP, PAN, dan PKS. Sementara usulan ambang batas parlemen yang mengemuka yaitu 4-7 persen dan nanti ketika pembahasan akan ada dinamika serta akan ada titik temu.
Menurut dia, isu berikutnya yaitu terkait soal besaran daerah pemilihan atau district magnitude, ada dua alternatif yang berkembang yaitu 3-10 dan 3-8. Menurut dia, usulan 3-8 diusung Golkar untuk DPR RI dan 3-10 untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
”PDIP saya kira tidak keberatan, dan NasDem secara politik tidak keberatan (usulan Golkar). Jadi NasDem secara resmi sikap politiknya yaitu 3-10 kursi untuk district magnitude, DPRD provinsi tetap 3-12 kursi,” katanya.
BACA JUGA: Pilkada 2020, Kemendagri Serahkan Data Penduduk
Saan mengatakan untuk ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, ada usulan 20 persen kursi parlemen dan 25 persen dari suara sah nasional. Namun menurut dia ada yang menginginkan agar presidential treshold tersebut berubah yaitu minimal 10 persen suara nasional dan sekitar 15 persen suara sah nasional.”Berikutnya terkait isu konversi suara, hampir semuanya sepakat menggunakan sainte lague dan yang berbeda adalah angka pembagi pertama, ada yang tetap satu angka pembagi pertamanya dan ada yang dimulai dari 1,5 dan seterusnya,” katanya.
Selain itu Saan menjelaskan, Komisi II DPR sedang menyiapkan naskah akademik RUU Pemilu, dan Komisi II DPR sudah beberapa kali mengadakan pertemuan dengan Badan Keahlian DPR RI.
Menurut dia, Komisi II DPR terakhir bertemu BKD pada 6 Mei 2020 untuk merumuskan draf RUU Pemilu dan disepakati akan melanjutkan pembahasan dengan meminta pendapat fraksi secara tertulis paling lambat tanggal 8 Juni 2020.
”Kami akan melanjutkan dengan meminta pendapat fraksi secara tertulis yang paling lambat tanggal 8 besok dikirim ke Komisi II DPR untuk disempurnakan lagi menjadi draf yang akan kita kirim kepada badan legislasi untuk diharmonisasikan,” katanya. (ful)