Nyaman Banar

fin.co.id - 25/05/2020, 04:39 WIB

Nyaman Banar

Saya putuskan hanya bercerita saja. Yakni cerita bahwa berkat Covid ini saya bisa salat tarawih tiap malam dengan tertibnya. Juga cerita tentang bagaimana di sepertiga akhir bulan puasa. Yang tarawihnya kami khususkan. Di setiap rakaat terakhir, gerakan rukuk (membungkuk) kami buat lama sekali. Untuk sepenuhnya berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Seperti gerakan penyerahan leher kepada pemilik hidup --terserah, mau dipancung sekali pun.

Gerakan sujud rakaat terakhir itu juga sangat lama. Di sujud pertama --setelah bacaan sujud-- kami panjatkan doa untuk kesehatan kami. Saya sebut satu persatu nama-nama anggota keluarga saya. Saya mintakan sehat juga: semua karyawan di grup perusahaan saya. Baik yang di Kaltim, Lombok, Sumbawa, Surabaya, Jabar, Jateng, Sumatera, dan di Papua.

Di sujud kedua, saya doakan mereka agar diberi kehidupan yang baik. Perusahaan-perusahaan itu. Juga perusahaan anak-anak saya. Termasuk Persebaya, DBL Indonesia, Wednesday, dan real estate-nya.

Saya ingat ketika menjadi jamaah salat tarawih di lingkungan Hidayatullah. Yang sujudnya juga lama dan sangat lama. Bisa untuk membaca istighfar 45 kali.

Jamaah yang hadir di halaman kemarin tampak sepenuhnya memperhatikan khotbah. Itu karena isi khotbah menyangkut ”what it mean to me”.

Banyak khotbah yang isinya ”what it mean to us”. Unsur ”me”-nya sangat langka. Karena itu khotbah menjadi kurang menarik. Banyak jamaah salat hari raya yang tidak mau mendengarkan khotbah. Mereka langsung bubar begitu salat selesai.

Merumuskan tema khotbah memang tidak mudah. Itu karena pengkhotbah tidak mau tahu siapa pendengar khotbahnya. Juga tidak melakukan penelitian atas jemaah yang hadir hari itu. Tidak mencari tahu apa saja problem mereka. Apa yang mereka inginkan. Pengkhotbah umumnya tidak peduli --pokoknya khotbah.

Ternyata khotbah di lingkungan kecil lebih menarik. Bisa lebih konkret. Hanya saja sering tidak memuaskan --bagi yang bangga kalau khotbahnya didengarkan ribuan umat.

Sampai saya selesai menceritakan soal tarawih itu khotbah baru berlangsung tiga menit. Maka saya tambah dua menit lagi --untuk membacakan puisi: yang saya tulis malam sebelumnya.

Inilah puisi itu:

Bumi gonjang-gonjang

Bertumbang gelimpangan

Aneh

Langit tersenyum jenaka

Melihat bumi membersihkan dosa

Admin
Penulis