JAKARTA - Ancaman gangguan keamanan mengintai bangsa ini di tengah wabah COVID-19 dan jelang hari raya Idul Fitri 2020. Aksi kriminalitas yang meningkat, serta ditangkapnya sejumlah teroris menjadi alarm yang harus diwaspadai.
Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta meminta agar aparat keamanan tetap waspada dan tidak lengah menghadapi potensi ancaman terorisme, kriminalitas dan konflik sosial jelang Idul Fitri di tengah pandemi COVID-19.
"Terorisme, kriminalitas, dan konflik massa berpotensi terjadi dengan memanfaatkan pandemi COVID-19," katanya, dalam keterangannya, Selasa (19/5).
Dia menilai, di tengah sibuknya pemerintah dalam menangani wabah COVID-19 bisa dijadikan celah bagi pelaku untuk menimbulkan gangguan keamanan.
"Ada beberapa penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 Polri. Ini menunjukkan adanya gerakan signifikan dari kelompok teroris, terutama Jemaah Anshar Daulah (JAD) dan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang memanfaatkan situasi pandemi COVID-19," terangnya.
BACA JUGA: Selama Pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan Tigaraksa Prioritaskan 2 Layanan Ini
Disebutkannya, penangkapan pada masa pandemi COVID-19, antara lain penangkapan empat orang jaringan JAD di Batang, Jawa Tengah, pada 26 Maret 2020. Lalu, pada 10 April, satu orang di Kemayoran Jakarta Pusat dan keesokan harinya dua orang jaringan JAD ditangkap di Sidoarjo, Jawa Timur.Tidak hanya itu, penangkapan empat anggota jaringan JAD di Muna, Sulawesi Tenggara ditangkap pada, 13 April. Lalu, tiga orang terduga teroris AS, AMA, CM di Serang pada 27 April, dan seorang terduga teroris MH di Sidoarjo pada 26 April.
Selain itu, aksi teror juga telah terjadi di Poso, berupa penembakan terhadap anggota Polri (Briptu Ilham Suhayar) yang berjaga di Bank Mandiri Syariah, Poso (15/4) oleh dua anggota kelompok MIT Poso pimpinan Ali Kalora.
"Tingkat kriminalitas pada masa pandemi COVID-19 mengalami kenaikan. Polri menyatakan tingkat kriminalitas meningkat sebesar 19,72 persen selama pandemi corona," katanya.
Selain dua ancaman tersebut, potensi konflik massa juga bisa terjadi pada massa pandemi COVID-19. Salah satu alasannya karena adanya kelompok yang mencoba melakukan provokasi untuk konflik massa, seperti kelompok Anarko.
BACA JUGA: Hudson-Odoi Ditangkap Polisi Atas Dugaan Pemerkosaan
"Kelompok Anarko ini menentang kapitalisme dan pemerintah. Selain ini provokasi-provokasi dari kelompok tertentu yang mengarah kepada perlawanan terhadap pemerintah juga terjadi," katanya.Karenanya, untuk menekan terorisme, kriminalitas, dan mencegah terjadinya konflik di masyarakat, perlu dilakukan upaya-upaya tertentu oleh pemerintah. Upaya harus dilakukan secara berjenjang terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti sembako bagi warga di daerah PSBB dan tidak memperoleh pendapatan.
"Masalah pangan sangat sensitif dan jika tidak terpenuhi dampaknya bisa berbahaya," ujarnya.
Meski demikian, dia meminta Polri perlu hati-hati dan bijak dalam menangani pelaku kriminal yang didorong karena terdesak kebutuhan pangan.
"Hubungan yang erat antara masyarakat dengan aparat keamanan akan menjadi benteng untuk mencegah gangguan keamanan. Kolaborasi antara aparat keamanan dan masyarakat harus terus dilakukan agar pada masa pandemi COVID-19 ini kriminalitas, terorisme dapat dicegah dan konflik massa tidak terjadi," katanya.
BACA JUGA: Defisit APBN 2020 Diproyeksi Melebar di Posisi 6,27 Persen
Sementara Kepala Biro PID Divisi Humas Polri Brigjen Pol Syahardiantono mengatakan diperlukan pentingnya sinergisitas antar-lembaga guna membangun kepercayaan publik."Sinergi lintas sektoral dalam pemerintahan harus diperkuat utamanya dalam lingkup koordinasi kehumasan di mana tidak boleh ada ruang yang kosong dari klarifikasi atas berita bohong dan tudingan yang tidak berdasar," katanya.
Dijelaskannya, belakangan ini banyak muncul fenomena yang menggambarkan ketidakpercayaan atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah.