News . 19/05/2020, 03:50 WIB
JAKARTA - Penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat pada masa pandemi COVID-19 berbentuk sembako, banyak mendapat sorotan. Sebab, banyak yang tidak tepat sasaran. Karena itu, DPR mengusulkan agar diubah menjadi bantuan tunai.
"Bantuan tunai akan menggerakkan ekonomi rakyat," kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Andre Rosiade di Jakarta, Senin (18/5). Belajar dari krisis 1998 dan 2008 yang pernah dilalui oleh Indonesia, Andre mengatakan sektor UMKM dan aktivitas konsumsi masyarakat menjadi penyelamat ekonomi di tengah krisis.
Kebijakan yang mendukung daya beli masyarakat harus dilakukan. Salah satunya dengan mengubah bantuan dalam bentuk sembako menjadi bantuan tunai. "Dahulu saat krisis 1998, kita selamat karena sektor UMKM dan konsumsi domestik yang tinggi. Hal ini bisa juga kita lakukan untuk menangani krisis akibat pandemi COVID-19. Adapun caranya dengan memberikan bantuan tunai kepada masyarakat yang membutuhkan," papar anggota Komisi VI DPR ini.
Dengan memberikan bantuan tunai, lanjut Andre, akan tercipta multiplier effect. Bantuan tersebut akan dibelikan barang-barang konsumsi. Seperti sembako di pasar, warung tetangga, atau UMKM. "Bila pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk sembako, ekonomi hanya berputar di Bulog, pengusaha besar, atau pabrik-pabrik. Efek multiplier-nya tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat. Akan tetapi, bila diberikan tunai kepada rakyat, UMKM bisa hidup," kata Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat ini.
Sejauh ini, ada beragam bansos yang telah disiapkan pemerintah dalam menghadapi pandemi. Di antaranya program sembako (bantuan pangan nontunai) yang memakan anggaran Rp43,6 triliun dengan target sasaran 20 juta KPM dan indeks bantuan sebesar Rp200 ribu. "Dana sebesar Rp43,6 triliun itu sangat besar bila diberikan langsung kepada masyarakat. Saya yakin UMKM kita bisa lebih tumbuh bila dana tersebut dicairkan tunai," jelasnya.
Sementara itu, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah harus mengkaji secara mendalam terkait wacana memberlakukan kelompok masyarakat yang berusia di bawah 45 tahun agar kembali bekerja di tengah pandemi COVID-19. "Meminta pemerintah untuk memperhatikan faktor sosiologis dalam membuat peraturan lebih lanjut terkait wacana tersebut," kata Bansoet di Jakarta, Senin (18/5).
Karena wacana tersebut dikhawatirkan menjadi potensi penularan COVID-19 dari mereka yang kembali bekerja kepada kelompok rentan di rumah saat direalisasikan nantinya. "Pemerintah mengkaji secara mendalam terkait wacana tersebut. Terutama dari aspek kesehatan. Karena wacana tersebut lebih berdasarkan pada perspektif ekonomi," paparnya.
Wacana itu dianggap sebagai jalan tengah dari keputusan pemerintah yang berkaitan dengan relaksasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dari perspektif ekonomi. "Meskipun wacananya terbatas pada 11 bidang usaha yang sudah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," terang Bamsoet.
Mantan Ketua DPR itu lebih mendorong pemerintah menegaskan kepada pimpinan perusahaan di 11 sektor yang menjadi wacana itu untuk memperhatikan dan menerapkan protokol keamanan dan kesehatan COVID-19 kepada pekerjanya. "Sehingga dapat menghindari terjadinya penularan dan meluasnya penyebaran COVID-19, terutama di lingkungan kerja," tukasnya.(rh/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com