JAKARTA - Problem salah ketik, kerap terjadi di Pemerintahan maupun lembaga negara mana pun. Meski demikian satu hal yang perlu disikapi, jika ada faktor kesengajaan dalam salah ketik dalam Undang-Undang (UU) maka fatal dampaknya. Minimal ini bisa menjadi delik pidana, jika ada unsur mens rea.
Itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, dalam Bimtek Online Proses dan Bimbingan Penyusunan Undang-Undang (Legislative Drafting) Bagi Profesional dan Dosen, Senin (18/5).
Pernyataan ini disampaikan setelah sebelumnya, Azis ditanya oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Fadly Ikhsan perihal salah ketik naskah UU KPK baru yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan menandatanganinya. Pihak Istana kemudian mengembalikan UU KPK itu ke DPR untuk direvisi.
”Apakah itu bisa dimaafkan Pak Azis? Kalau salah ketik seperti itu, saya kok khawatir akan menjadi modus pemaaf kita gara-gara oh salah ketik, tenang saja besok diperbaiki dan lain-lain," papar Ikhsan.
Ikhsan kemudian menanyakan apakah Pimpinan DPR itu tidak membuat suatu mekanisme supaya kalau terjadi lagi salah ketik, masyarakat bisa melihat sistematika persoalan secara baik.
Terkait pertanyaan itu, Azis mengatakan semua kembali pada mens rea (sikap batin, Red) ini yang menjadi unsur penting untuk menentukan pertanggungjawaban dari si pelaku pengubah naskah UU.
”Kalau ada unsur mens rea-nya, tujuan dalam hal membuat itu menjadi bias, maka niat mens rea-nya itu dapat dijadikan delik dalam dugaan suatu unsur tindak pidana," tutur Politisi Golkar dari Dapil Lampung itu.
Sebab, dalam setiap pembahasan dan pembuatan Undang-Undang, ada yang disebut catatan pikiran (mindes nota), notulensi, dan ada pula rekaman yang bisa dilihat kembali apabila suatu waktu dibutuhkan.
”Batuknya orang, bersinnya orang, itu ada rekaman. Jadi salah ketiknya itu apakah disengaja, atau berdasarkan normatif, atau karena kekhilafan (human error) si pengetik itu? Nah, itu harus dilihat," timpal Azis.
Nah, jika catatan dari notulis mindes nota sudah benar, sehingga salah ketik itu kemudian diduga karena human error dari si pengetik naskah, dugaan itu pun masih bisa dicek lagi menggunakan rekaman.
”Ya, apakah pada saat itu dia kurang tidur, apakah pada saat itu dia mimpinya lagi enggak benar sehingga ngetiknya enggak benar, tapi pengecekannya bisa dilakukan dilihat dari rekaman," imbuh Azis.
Sepanjang pengetik naskah UU tersebut tidak melakukan pembiasan penafsiran dari UU, maka pengecekan kesalahan dapat dilihat saja dari notulensi dan mindes nota pada saat pembahasan dan pembuatan UU. (ant/fin/ful)