News . 14/05/2020, 11:33 WIB
JAKARTA - Upaya mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sebagian wilayah Sumatera maka akan dilakukan hujan buatan. Operasi hujan buatan akan dilaksanakan selama 30 hari.
Kepala Bagian Umum Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jon Arifian mengatakan hujan buatan dimaksudkan agar lahan gambut tetap basah memasuki musim kemarau. Terutama di wilayah Riau dan Sumatera Selatan (Sumsel).
"Secara total 30 hari, masing-masing 15 hari di Riau dan 15 hari di Sumatera Selatan, itu sekitar Rp5,2 miliar, dan itu merupakan penerimaan pemerintah non-pajak," katanya dalam keterangan persnya, Rabu (13/5).
Dijelaskannya, operasi hujan buatan untuk menekan kemunculan titik panas indikasi karhutla dan menjaga lahan gambut tetap basah. Sehingga tidak mudah terbakar selama musim kemarau.
"Biaya penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dalam operasi hujan buatan selama masing-masing 15 hari di Riau dan Sumsel akan ditanggung pemerintah," katanya.
Dia mengatakan penetapan biaya operasi TMC dilakukan sesuai dengan tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2018 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada BPPT.
"Pendapatan dari pelaksanaan operasi hujan buatan akan masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP)," katanya.
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT Tri Handoko Seto menambahkan dana yang diperoleh dari pemanfaatan layanan TMC akan disetor ke rekening BPPT lalu disetorkan ke ke kas negara dalam waktu 1x24 jam.
Dana yang telah masuk ke kas negara itu selanjutnya akan digunakan seperlunya sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan operasi hujan buatan.
"Walaupun per harinya Rp170 juta misalnya, kita tidak bisa serta merta mengambil uang itu karena uang itu menjadi uang negara. Kalau habisnya ternyata kita hari itu hanya Rp50 juta, maka kita ambil Rp50 juta saja karena itu sudah menjadi uang milik negara," katanya.
Dijelaskannya, operasi hujan buatan mengantisipasi datangnya musim kemarau yang membuat lahan gambut kering dan mudah terbakar.
"Kita memasuki musim kemarau, memasuki puncak musim kemarau pada Juli-Agustus mendatang, oleh karena itu hampir bisa dipastikan bahwa tinggi muka air gambut akan terus menerus menyusut, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) diharapkan bisa menahan laju penurunan tinggi muka air tanah gambut tersebut sehingga diharapkan bisa mengurangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan," bebernya.
TMC diupayakan untuk dapat berkontribusi menahan laju penurunan TMAT gambut di tengah musim kemarau dan saat puncak musim kemarau. Karena pada musim itu, laju penurunan muka air akan terjadi dengan cepat.
"Prediksi ke depannya adalah memasuki musim kemarau yang semakin parah menuju puncak musim kemarau pasti akan terjadi pengurangan air di sana, penurunan muka air tanah gambut," ujar Seto.
Data menunjukkan bahwa tingkat "hotspot" atau tingkat keterbakaran selalu berkorelasi dengan tingkat hujan, sementara tingkat hujan berkorelasi dengan tingkat kebasahan gambut atau tingkat tinggi muka air tanah gambut.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com