PINRANG - Sudah sepekan ini warga di beberapa desa di Kabupaten Pinrang dihantui perasaan tak tenang. Selain karena wabah virus korona, mereka juga diintai banjir. Tak ada jaminan nyawa mereka selamat. Apalagi penyebab banjir sama sekali tak digubris pemerintah setempat dalam sepekan ini.
Sejumlah pejabat yang tinggal di Kabupatan yang terkenal dengan kandungan pasir terbaik di Sulsel ini, benar-benar tinggal di rumah. Kepedulian diberikan sekadar saja. Salah satunya dirasakan warga Desa Baba, Kecamatan Duampanua. Saat ini, banjir masih melanda di daerah ini, Minggu, 3 Mei.
Banjir di daerah itu dipicu jebolnyatanggul penahan air Sungai Saddang sejak pekan lalu. Hingga kemarin, tanggul tak kunjung diperbaiki. Imbasnya, pemukiman warga dan puluhan hektare area kebun jagung dan sawah petani terendam. Bisa-bisa gagal panen melanda.
"Tanggulnya jebol kira-kira 20 meter. Jadi kalau deras lagi. Banjir lagi di kampung ini. Pemerintah benar-benar stay at home," kata Era, warga yang kini lebih memilih mengungsi ke desa seberang, Desa Salipolo. Hampir sejumlah rumah di daerah itu tak berpenghuni. Ratusan kepala keluarga mengungsi.
"Sebenarnya, ini semua karena tambang ilegal dibiarkan di Sungai Saddang ini. Kita bisa lihat masjid yang ada di sekitar Masjid Nurul Hidayah yang tersisa beberapa meter lagi tenggelam ke Sungai," sesalnya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pinrang, Andi Matalatta mengatakan, sebenarnya banjir di dua desa ini karena meluapnya sungai Rajang dan sungai Tadokkong. Air di muara Maroneng juga bertambah. Ketinggian air mencapai satu meter. Tidak korban jiwa.
"Hancur sudah pak kebun jagung saya. Padahal sisa beberapa pekan lagi sudah siap panen," keluh seorang warga lainnya, Mulyawan, kepada FAJAR. (sua/abg)