News

Siswa Mengeluh Belajar Daring

fin.co.id - 29/04/2020, 08:15 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima ratusan pengaduan dari para siswa mengenai penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama adanya pandemi virus corona (Covid-19).

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, bahwa pihaknya menerima ada 246 pengaduan dari para siswa terkait kendala PJJ selama pandemi virus corona.

Untuk medalami aduan tersebut, KPAI melakukan survey yang bertujuan untuk mengetahui persepsi siswa tentang pelaksanaan PJJ dan hasilnya akan digunakan KPAI untuk melakukan advokasi kebijakan PJJ dan sistem kenaikan kelas saat adanya pandemi COVID-19.

"Survey ini dinisasi lantaran banyak aduan yang diterima, jumlahnya mencapai ratusan. Kami menilai mau tidak mau ini sesuatu yang tidak bisa dibiarkan," kata Retno, Selasa (28/4).

BACA JUGA: Kasus COVID-19 di Bogor, Depok, dan Bekasi Juga Menurun

Retno menyebutkan, survey ini melibatkan sedikitnya 1700 siswa dimana di dalamnya juga termasuk 246 orang yang melakukan aduan. Adapun surveynya, Retno memaparkan dilakukan dengan sistem daring sejak tangg 13 April hingga 20 April 2020 lalu.

"Survey ini melibatkan siswa dari berbagai jeniang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK. Berdasarkan temuan survey. Angka tertinggi pengaduan ada pada jenjang pendidikan SMA 50 persen dari keseluruhan pengaduan atau 124 aduan," tuturnya.

Dalam survey yang dilakukan oleh KPAI, ada beberapa pertanyaan yang ditanyakan dalam form survey. Diantaranya terkait respon siswa mengenai pembelajaran, sistem penugasan, hingga salah satunya juga terkait pekerjaan orang tua siswa.

"Dalam survey tersebut ditemukan keluhan siswa kebanyakan terkait masalah kuota, peralatan belajar yang tidak memadahi, interaksi guru yang kurang, tugas yang banyak dengan waktu terbatas, hingga masalah kesehatan seperti kelelahan dan mata sakit akibat terlalu lama di depan HP atau PC (komputer)," tuturnya.

Menurut Retno, perlu adanya penetapan kurikulum yang dipersiapkan ditengah situasi pandemi ini dimana kurikulum diusahakn untuk tidak membebani siswa terkait penugasan.

"PJJ sebaiknya tetap memperhatikan kondisi anak dan orang tua yang tidak seluruhnya bisa menyediakan peralatan dan kuota yang memadai," ujarnya.

Disamping itu, lanjut Retno, agar PJJ tida hanya terfokus pada kemampuan kognitif saja berupa pengerjaan soal. Menurutnya, juga bisa dilakukan secara lebih kreatif seperti melibatkan aspek yang berkaitan dengan hobi atau kreativitas siswa agar mereka tidak merasa terbebani.

BACA JUGA: Tak Punya NIK, Tetap Dapat BLT Dana Desa

"Penugasan afektif seharusnya dapat dilakukan, misalnya tugas membantu orangtua di rumah selama belajar dari rumah dan menuliskan laporan singkat untuk menceritakan perbuatan baik apa yang dilakukannya hari itu di rumah," jelasnya.

"Ini akan mendekatkan hubungan anak dengan keluarga, sekaligus memberikan energi positif di rumah karena saling membantu. Penilaian afektif dapat dilakukan bisa dalam bentuk portofolio," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menyarankan, pemerintah melakukan pelatihan dalam jaringan (daring) untuk guru-guru.

Menurutnya, salah satu masalah dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ) salah satunya adalah guru yang tidak terbiasa dengan materi pembelajaran jarak jauh. Hasilnya, banyak protes berdatangan dari siswa dan juga orang tuanya.

"Saya melihat di Inggris, guru-gurunya juga diberikan pelatihan selama PJJ ini. Tentu secara daring," kata Satriwan.

Untuk itu, Satriawan meminta dalam hal pelatihan ini bisa melibatkan organisasi profesi guru dan bekerja sama dengan lembaga penyiaran atau bisa juga melibatkan perusahaan media.

Admin
Penulis
-->