Yasonna: Silahkan Menggugat!

fin.co.id - 28/04/2020, 01:34 WIB

Yasonna: Silahkan Menggugat!

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mempersilakan kepada pihak-pihak yang menggugat dirinya atas kebijakan pengeluaran narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi terkait pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).

”Bila ada yang menggugat kebijakan pembebasan warga binaan pemasyarakatan atau narapidana dan anak melalui program asimilasi dan integrasi karena mencegah pandemi Covid-19 di lapas, rutan, dan LPKA lewat jalur hukum, silakan saja,” ujar Yasonna dalam keterangannya yang diterima, di Jakarta, Senin (27/4).

Yasonna mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Dirinya akan mengikuti seluruh prosedur hukum yang harus dijalani ke depan. ”Saya akan mengikuti sesuai prosedur hukum pihak yang menggugat kebijakan dikeluarkan tersebut,” ungkapnya.

BACA JUGA: Dua Karyawan Meninggal, Operasional PT. PEMI Distop Sementara

Alasan asimilasi itu diberlakukan, sambung Yasonna, karena adanya kelebihan kapasitas membuat pembatasan fisik dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 tidak bisa berjalan, sehingga diperlukan langkah-langkah strategis dalam upaya membuat jarak antarnapi di dalam lapas, rutan maupun LPKA.

"Pertama kali yang harus dilakukan adalah creating space pada seluruh lapas, rutan dan LPKA yang saat ini mengalami overcrowded. Maka dari itu saya menginstruksikan segera pada jajaran pemasyarakatan untuk melakukan langkah-langkah pencegahan, dari mulai penyiapan bilik sterilisasi, penghentian sementara penerimaan tahanan, subtitusi layanan kunjungan dengan layanan daring, pelaksanaan sidang online, sampai pada kebijakan program asimilasi dan integrasi melalui Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020," ujar Yasonna.

Dia menyebut beberapa negara seperti Amerika Serikat, Iran, Afghanistan, Jerman, Kanada, Australia, dan Polandia telah menindaklanjuti hal tersebut dengan mengambil kebijakan percepatan pengeluaran narapidana dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 yang lebih luas.

BACA JUGA: Mention Akun Jokowi, Ustad Zulkarnain: Bapak Ga Malu Lihat Kelakuan Pendukung Bapak?

Adapun di Indonesia, kata dia, upaya menyelamatkan narapidana dan anak dari wabah Covid-19 dilakukan melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020. Permenkumham tersebut mengatur mengenai syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.

"Hanya bagi mereka yang sudah memenuhi syarat diberikan pembinaan luar lembaga atau di tengah-tengah masyarakat yaitu asimilasi di rumah. Pembinaan di luar lembaga merupakan salah satu program pembinaan yang selama ini telah berjalan dengan membaurkan narapidana ke masyarakat umum. Dalam kondisi darurat ini narapidana lebih ditekankan untuk berada di rumah dan melakukan proses integrasi dengan keluarga inti," ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Yasonna turut menyesalkan beredarnya hoaks terkait narapidana yang menjalankan asimilasi di rumah. Dalam hoaks yang beredar, disebutkan bahwa akan ada gelombang besar narapidana yang akan menebarkan teror terhadap keamanan masyarakat, usai dikeluarkan dari penjara.

"Cerita horor tentang pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana seolah-olah ingin menyudutkan kebijakan yang humanis ini. Memang terdapat 21 laporan terkait pelanggaran kembali, namun ini sangat kecil jumlahnya jika dibanding dengan 38 ribu orang yang dikeluarkan, tidak signifikan," kata Yasonna.

Yasonna juga menegaskan bahwa kebijakan pengeluaran narapidana dan anak melalui Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, baik yang berada di atasnya maupun yang sederajat.

BACA JUGA: Lihat Nih, Habib Bahar Foto Bersama Puluhan Muridnya yang Bertato di Penjara

Dia mengatakan para narapidana tersebut bukan serta merta dibebaskan, melainkan tetap menjalani pembimbingan dan pengawasan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan bersinergi dengan kepolisian.

”Kembali kepada cita-cita para founding fathers kita bahwa tembok hanyalah sebuah alat, bukan tujuan pemasyarakatan. Usaha pemasyarakatan tidak hanya bergantung pada kokohnya tembok atau kuatnya jeruji. Pemasyarakatan adalah segala bentuk usaha untuk mengembalikan para pelanggar hukum ke tengah-tengah masyarakat, maka dari itu kedudukannya bukanlah terpisah dari masyarakat itu sendiri,” ujar Yasonna.

Sebelumnya, Yasonna digugat ke pengadilan karena mengeluarkan kebijakan Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Asimilasi bagi 37.000 narapidana (napi) se-Indonesia yang dinilai memunculkan keresahan masyarakat.

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H) yang melakukan upaya hukum agar kebijakan Kemenham itu dicabut.

BACA JUGA: Konsumsi BBM Selama Ramadan dan Lebaran 2020 Anjlok

Sekretaris Yayasan Mega Bintang, Arief Sahudi mengatakan yang melatari Yayasan Mega Bintang dalam upaya hukum dengan gugatan kepada Menkumham tersebut, karena dianggap kebijakan tentang asimilasi napi itu, sudah meresahkan masyarakat.

”Banyak masyarakat yang komplain kepada Mega Bintang bahwa desa yang sebelumnya aman kini tidak aman lagi. Masyarakat sekarang harus menjaga kampungnya untuk beronda. Hal ini, dampak kebijakan program asimilasi itu,” katanya. Pihaknya berharap dengan gugatan tersebut dapat didengar oleh Menkumham dan segera mencabut kebijakan asimilasi itu. (fin/ful)

Admin
Penulis