JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bakal sulit dilangsungkan akhir tahun 2020. Bahkan muncul spekulasi jika pesta demokrasi ini bakal mundur sampai tahun 2022, menungu hingga pandemi ini nol kasus.
Ini pun diakui Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Viryan Azis. Ia menyebut waktu yang tepat untuk menyelenggarakan Pemilihan kepala daerah serentak 2020 adalah setelah fase puncak pandemi Covid-19. Sangat berisiko menyelenggarakan hari pemilihan Pilkada jika belum melewati fase puncak. Karena kerentanan penularan akan semakin tinggi.
”Jika menyelenggarakan setelah pandemi benar-benar berakhir, kita tidak tahu kapan itu berakhir, kita berharap dan berdoa secepatnya. Kalau menganalisa sesuai perkembangan vaksin dan kemungkinan adanya gelombang Covid-19 selanjutnya, saya rasa 2022 pandemi belum akan berakhir,” kata dia.
BACA JUGA: Ekspor Burung Walet Dibanderol Rp1,578 triliun
Penyelenggaraan hari pemilihan setelah fase puncak pandemi kata dia lebih memungkinkan. Ada rasa aman untuk keselamatan pemilih, peserta pemilu maupun penyelenggara Hal itu pun tetap dengan mengedepankan protokol kesehatan dan jaga jarak fisik yang tetap dilaksanakan secara ketat selama penyelenggaraan.Penyelenggaraan di tengah pandemi tersebut bisa berkaca pada Korea Selatan, di negara itu pemilu digelar sekitar satu bulan setelah puncak pandemi dan penyelenggaraannya tetap mengutamakan protokol kesehatan setempat.
”Kapan itu fase puncak, prediksi waktu melewati fase puncak dan titik tertentu yang aman untuk menyelenggarakan tahapan Pilkada kembali silakan pemerintah yang lebih tahu memprediksi kondisi tersebut apakah bisa dilakukan diawal Juni 2020 atau ada kebijakan lain,” imbuhnya.
Sementara jika penyelenggaraan Pilkada harus menunggu pandemi benar-benar berakhir dengan nol kasus menurut dia hal itu tentunya juga tidak akan baik juga untuk penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
”Dalam artian harus sampai 0 kasus, rasa-rasanya sampai 2022 bisa tentu bisa terlaksana dan kerja pemerintah daerah potensi bermasalah, sebagai catatan pejabat sementara daerah yang tidak memiliki wewenang luas sebagaimana kepala daerah yang dipilih melalui Pilkada,” ujarnya.
BACA JUGA: Mobil-Mobil Ini Terparkir Bertahun-tahun di Bandara Soetta, Setelah Dibongkar Polisi Ternyata….
Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin mengatakan jangan lantaran Pendemi Corona ada pihak yang mengarahkan Pilkada serentak jadi dipilih DPRD (Pemilu tak langsung). ”Penyelenggara pemilu, DPR dan pemerintah sudah sepakat dengan penundaan, jadi tidak ada alasan kembali ke DPRD pemilihannya, dan kami berharap Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) mengatur penundaan tidak mengubah sistem pemilihan,” kata Ujang Komaruddin.Penyelenggaraan Pilkada diubah menjadi pemilihan tidak langsung menurut dia malah akan menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena pemilu sudah ditetapkan dipilih langsung oleh rakyat. ”Meskipun Perppu misalnya terbit mengatur tidak langsung itu tetap menyalahi, kalau mengubah sistem pemilu itu ada prosesnya tidak ujug-ujug. Saya masih percaya Perppu akan terbit sesuai usulan yang sudah muncul kemarin, bukan sesuatu yang ekstrem dengan mengubah sistem,” kata dia.
Mengubah sistem pemilu secara tiba-tiba kata dia, juga akan menyebabkan gelombang protes dari masyarakat, apalagi dengan kondisi saat ini ketika semua sedang sibuk dengan wabah Covid-19.
”Sudah protes wabah, malah ditambah protes sistem pemilu. Usulan penundaan kan kesepakatan penyelenggara, DPR dan Kemendagri yang notabene adalah pemerintah, jadi Perppu nantinya tidak akan jauh dari usulan, ketiganya sepakat mengusulkan hari pemilihan ditunda pada Desember 2020," ucapnya.
BACA JUGA: Felix Siauw: Jadi Pemimpin itu Jangan Bingung dan Plin-Plan
Bukan hanya jangan menghembuskan opini mengubah sistem pemilu, Ujang juga berharap wabah Covid-19 tidak dimanfaatkan untuk mendongkrak elektabilias. Menurut dia tidak elok bencana seperti ini menjadi ajang untuk mencari panggung, karena sama saja dengan menunggangi persoalan kemanusiaan masyarakat. ”Oleh karena itu enaknya ditunda, setidaknya pada 2021 dan yang paling enak biar lebih santai, ya di tahun 2022. Ada jeda diantara pandemi dengan Pilkada membuat potensi mencari penggung semakin kecil,” ujarnya.Langkah pemerintah yang menetapkan Pilkada 9 Desember mendatang, sebenarnya sudah mendapat penentangan dari sejumlah pihak. Bahkan Bakal Calon Wali Kota Surakarta yang diusung DPC PDI Perjuangan, Achmad Purnomo, sampai-samai menyatakan, mundur dari peserta pencalonan jika Pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember mendatang.
”Saya tidak sampai hati, jika di tengah pandemi Covid-19 yang belum selesai harus melakukan kampanye-kampanye dan sebagainya yang berkaitan dengan Pilkada. Sehingga, alasan itu, dalam perasaan hatinya tidak sampai melakukan hal itu,” kata dia.
”Rencana saya jika betul Pilkada tetap digelar 9 Desember, saya akan mengajukan permohonan diri kepada DPC PDIP Kota Surakarta yang menugaskan saya sebagai calon wali kota Surakarta,” kata Purnomo.
Menurut dia, hal tersebut tidak ada kaitannya dengan politik, tetapi soal hatinya yang tidak sampai di tengah pandemi Covid-19 seperti ini. ”Adanya pengumuman Pilkada serentak digelar 9 Desember 2020, itu, kemudian saya merenungkan dan menganalisa untuk mundur dari pencalonan. Saya akan laporkan ke DPC dan mereka seharusnya memahami,” kata Purnomo.
Selain itu, dia juga lebih termotivasi lagi setelah melihat bakal calon lainnya seperti di Wonogiri juga menyatakan mundur dari pencalonan. "Saya juga sudah berbicara dengan Ketua DPC PDI Perjuangan Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, dan beliau menyetujui langkah saya mundur dari pencalonkan," katanya.