JAKARTA - Sekelompok ilmuwan Inggris dan Indonesia menyatakan, bahwa ada potensi risiko tsunami di wilayah yang dipilih pemerintah Indonesia sebagai calon ibu kota baru.
Para peneliti tersebut menemukan, bahwa tanah longsor bawah laut pernah beberapa kali terjadi di Selat Makassar, antara pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Jika kejadian tanah longsor yang paling besar terulang hari ini, tsunami akan muncul yang bisa membanjiri Teluk Balikpapan daerah yang dekat dengan calon ibu kota.
Kendati adanya temuan tersbeut, para tim peneliti yang terdiri dari ilmuwan Inggris dan Indonesia meminta untuk tidak bereaksi berlebihan.
"Masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan untuk menilai situasi ini dengan tepat. Namun demikian, ini adalah sesuatu yang mungkin harus dipertimbangkan sebagai risiko oleh pemerintah Indonesia meskipun kita hanya membicarakan peristiwa frekuensi rendah, dampak tinggi," kata Dr. Uisdean Nicholson dari Heriot-Watt University, Inggris, Kamis (2/4).
BACA JUGA: Bakdilat dan IAD Kejaksaan Bansos Sembako ke Warga Ragunan
Tim penelitiannya menggunakan data seismik untuk menyelidiki sedimen dan strukturnya di dasar laut Makassar. Survei tersebut mengungkap 19 zona di sepanjang selat tempat lumpur, pasir, dan lanau jatuh ke lereng yang lebih dalam.Beberapa peristiwa longsor ini melibatkan material sebanyak ratusan kilometer kubik volume yang sangat mampu mengganggu kolom air, dan menghasilkan gelombang besar di permukaan laut.
"Tanah longsor ini atau yang kami sebut Mass-Transport Deposits (MTD) cukup mudah dikenali dalam data seismik," jelas Dr. Rachel Brackenridge dari Universitas Aberdeen, peneliti utama di makalah yang memaparkan penelitian ini kepada BBC News.
"Tanah longsor tersebut berbentuk lengkungan dan sedimen di dalamnya kaotis; bukan lapisan datar, teratur, dan rata yang Anda harapkan. Saya memetakan 19 peristiwa, tetapi itu dibatasi oleh resolusi data. Akan ada kejadian lainnya, yang terlalu kecil untuk saya lihat," sambungnya.
Semua MTD berada di sisi barat kanal dalam (3000m) yang melintasi Selat Makassar. Dan mereka juga sebagian besar berada di sebelah selatan delta Sungai Mahakam di Pulau Kalimantan, yang mengeluarkan sekitar 8 juta meter kubik sedimen setiap tahun.
Tim peneliti menduga material ini terbawa oleh arus di selat dan kemudian tertimbun di perbatasan dasar laut yang lebih dangkal dengan dasar laut yang lebih dalam.
Sedimen yang menumpuk dari waktu ke waktu akhirnya roboh, barangkali dipicu oleh guncangan gempa bumi setempat, hal yang lazim di Indonesia.
BACA JUGA: Kasus Positif Corona di RI Jadi 7.775 Kasus, 960 Orang Sembuh
Hal yang belum diketahui tim peneliti saat ini ialah kapan tepatnya longsor bawah laut ini terjadi. Estimasi terbaik para peneliti adalah dalam periode geologi saat ini jadi, dalam 2,6 juta tahun terakhir.Sampel batuan yang diekstraksi dari MTD bisa lebih memastikan usia mereka dan frekuensi kerobohan lereng dan para ilmuwan sedang mencari pendanaan untuk melakukan ini.
Tim juga berencana mengunjungi daerah pesisir Kalimantan untuk mencari bukti fisik dari tsunami purba ini dan membuat pemodelan jenis gelombang yang bisa mengenai garis pantai.
"Penelitian ini memperkaya pengetahuan komunitas geologi dan geofisika Indonesia akan bahaya sedimentasi dan tanah longsor di Selat Makassar. Masa depan penelitian ilmu bumi adalah menggunakan pendekatan terintegrasi dan multi-disiplin dengan kolaborasi internasional," kata Ben Sapiie, dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Profesor Dan Parsons adalah direktur Institut Energi dan Lingkungan di Universitas Hull, Inggris. Kelompoknya juga mempelajari tanah longsor bawah laut di seluruh dunia.