JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat edaran berisi lima rekomendasi penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat guna mengatasi dampak pandemi virus corona (COVID-19) dari pemerintah. Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 itu menyangkut penggunaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan non-DTKS sebagai acuan data penerima bansos.
Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri mengatakan, surat edaran ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di tingkat nasional dan daerah, serta pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
"KPK merekomendasikan lima hal agar pendataan dan penyaluran bansos tepat sasaran," ujar Firli dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (22/4).
Rekomendasi pertama yaitu kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dapat melakukan pendataan terhadap penerima bansos di lapangan yang merujuk pada DKTS. Bantuan tetap dapat diberikan jika ditemukan ketidaksesuaian data dengan temuan di lapangan.
BACA JUGA: Bulan Depan, Harga BBM Nonsubsidi Diprediksi Turun
"Data penerima bantuan baru tersebut harus dilaporkan kepada Dinas Sosial atau Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin) Kementerian Sosial untuk diusulkan masuk ke dalam DTKS sesuai peraturan yang berlaku," kata Firli.Rekomendasi kedua adalah pemutakhiran DTKS. Firli menyebutkan, jika penerima bansos yang terdaftar di DTKS tidak memenuhi syarat, maka wajih dilaporkan ke Dinsos atau Pusdatin untuk dilakukan perbaikan data.
Ketiga, data penerima bansos yang diperoleh dari pendataan di lapangan maupun program serupa harus divalidasi melalui data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan data milik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Disdukcapil Kemendagri) setempat.
Rekomendasi selanjutnya, kementerian/lembaga dan pemda wajib menjamin keterbukaan akses data tentang penerima bantuan, realisasi bantuan, dan anggaran yang tersedia kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.
"Dan kelima, KPK mendorong pelibatan dan peningkatan peran serta masyarakat untuk mengawasi. Untuk itu, kementerian/lembaga dan pemda perlu menyediakan sarana layanan pengaduan masyarakat yang mudah, murah, dan dapat ditindaklanjuti segera," ucap Firli.
BACA JUGA: Dindik Siapkan Opsi PPDB Online Total
Firli mengungkapkan, DTKS merupakan basis data yang selama ini digunakan pemerintah untuk menyalurkan bansos kepada masyarakat. Penyaluran bansos, kata dia, harus mengacu pada DTKS karena data penerima bantuan yang dimuat senantiasa mengalami perbaikan.Ia menyebutkan, alasan lain penggunaan DTKS yakni sesuai dengan pelaksanaan rencana aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas-PK). DTKS, menurut penuturannya, telah dipadankan dengan data kependudukan di Direktorat Jenderal Dukcapil Kemendagri berdasarkan NIK.
"Sehingga penerima bantuan pada DTKS diyakini keberadaannya berdasarkan NIK," jelas Firli.
Selain itu, kata Firli, perbaikan menyangkut ketepatan status penerima bansos juga dilakukan secara berkala. Pemutakhiran DTKS dilakukan secara berkala dengan bantuan pendataan oleh pemerintah daerah serta melalui prosedur verifikasi dan validasi.
Ia menuturkan, KPK menyadari di tengah upaya peningkatan pemberian bantuan sosial baik yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, ketepatan data sebagai dasar pemberian bantuan sangat penting.
"Karenanya, KPK mengkoordinasikan pendataan oleh kementerian/lembaga dan pemda agar jaring pengaman sosial berupa bantuan sosial baik bantuan yang berbentuk tunai, barang maupun bentuk lainnya bisa tepat sasaran," tutur Firli.
BACA JUGA: Eredivisie Dihentikan, La Liga dan Serie A Kapan?
Terutama mengingat besarnya alokasi dana yang disiapkan pemerintah. Dari tambahan belanja pemerintah pusat pada APBN 2020 sebesar Rp405,1 triliun, sedikitnya Rp110 triliun atau 27 persen akan dialokasikan untuk jaring pengaman sosial, termasuk di dalamnya dialokasikan untuk bansos kepada masyarakat yang terdampak covid-19.Demikian juga dari hasil refocusing kegiatan dan realokasi anggaran pemda per 16 April 2020, total anggaran yang direalokasikan yaitu sebesar Rp56,57 triliun atau sebesar 5,13 persen dari total APBD 2020 yaitu Rp1.102 triliun. Dari Rp56,57 triliun tersebut sebesar Rp17,5 Triliun atau sekitar 31 persen dialokasikan untuk belanja hibah/bansos dalam upaya mengatasi dampak pandemik covid-19 di daerah.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memastikan bakal menggandeng KPK untuk mengawal dan melakukan pengawasan penyaluran dana bantuan sosial selama masa pandemi virus corona COVID-19.