Pemerintah Ditagih Dana Perawatan

fin.co.id - 21/04/2020, 04:14 WIB

Pemerintah Ditagih Dana Perawatan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pemerintah menegaskan hanya pasien COVID-19 yang menderita sakit berat, serius dan kritis akan mendapat prioritas di rumah sakit rujukan. Sementara untuk gejala ringan diminta untuk isolasi mandiri di rumah.

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen TNI Doni Monardo mengatakan rumah sakit rujukan yang tersebar di seluruh Indonesia hanya untuk pasien yang mengalami sakit berat dan kritis. Sedangkan RS Darurat seperti Wisma Atlet untuk yang mengalami gejalan sedang.

"Bagi pasien dengan gejala ringan, pemerintah menerapkan untuk isolasi mandiri di rumah masing-masing dengan terus dipantau oleh Dinas Kesehatan setempat. Ini menyangkut manajemen RS, bahwa RS rujukan diprioritaskan kepada pasien yang sakit berat, serius dan kritis,” ujarnya dalam telekonferensi pers usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin .

BACA JUGA: ITZY Tergelincir, BTS Puncaki Soompi Music Chart

Dijelaskannya, saat ini gugus tugas dengan para tenaga medis terus bekerja keras agar pasien terkait COVID-19 memperoleh perawatan terbaik. Dalam mendukung hal ntersbeut, sebanyak 25 ribu lebih relawan dikerahkan di berbagai daerah.

“Kepada para gubernur/bupati/wali kota juga telah kami sampaikan agar relawan ini terintegrasi dalam satu susunan organisasi yang langsung di bawah kendali ketua gugus tugas di tingkat provinsi, kabupaten, kota sehingga tenaga-tenaga relawan ini akan bisa optimal untuk kepentingan-kepentingan yang prioritas,” ujarnya.

Penjelasan manajemen penanganan pasien COVID-19 ini terkait permintaan Presiden Joko Widodo untuk membenahi sistem rujukan.

"Ini untuk atasi ‘over capacity’ (kelebihan kapasitas) dari rumah sakit rujukan yang kita miliki. Betul-betul manajemen harus diatur," kata Jokowi.

Pemerintah menyiapkan 132 rumah sakit rujukan infeksi virus corona di 34 provinsi. Penetapan rumah sakit tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.01.07/MENKES/169/2020 tentang Penetapan Rumah Sakit Rujukan Penanggulangan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu.

"Saya juga sangat mengapresiasi cara-cara konsultasi medis dengan menggunakan teknologi dan ini saya kira harus lebih diperbesar dikembangkan lagi yaitu telemedicine agar ini terus ditingkatkan jumlahnya sehingga kontak antara pasien dan dokter bisa dikurangi," katanya.

Di sisi lain, Ketua Umum DPP Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Mahesa Paranadipa Maikel meminta agar pemerintah mengganti biaya pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit maupun di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).

"Hingga hari ini, pembiayaan pasien COVID-19 di rumah sakit maupun di FKTP belum mendapat penggantian (dari pemerintah)," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin.

BACA JUGA: Dalam 24 Jam, Virus DBD Bisa Dideteksi

Dijelaskannya, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, dana UU No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pembiayaan penyakit yang telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) atau wabah sepenuhnya ditanggung Pemerintah.

"Dan telah ditegaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 104 Tahun 2020 yang ditetapkan pada tanggal 14 Februari 2020," katanya.

Selain itu, lanjutnya, Kementerian Kesehatan juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 238 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Pembiayaan yang ditandatangani 6 April 2020. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan juga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1116 Tahun 2020 pada 9 April 2020 yang ditujukan kepada dinas kesehatan dan direktur rumah sakit seluruh Indonesia perihal wajib lapor kasus COVID-19.

"Namun, di tengah berjalannya proses klaim tersebut, rumah sakit maupun FKTP belum memperoleh penggantian pembiayaan pasien COVID-19 dari pemerintah," terangnya.

Padahal, beban rumah sakit dan FKTP selama wabah corona cukup berat. Sebab kunjungan pasien ke fasilitas kesehatan menurun. Terlebih ada surat edaran dari Dirjen Pelayanan Kesehatan Nomor 1118 tertanggal 9 April 2020 yang berisi imbauan untuk tidak praktik rutin, kecuali emergency.

"Bagi FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak memiliki banyak pengaruh karena ditopang dengan dana kapitasi. Namun, problem di FKTP adalah belum jelasnya mekanisme klaim pelayanan pasien COVID," katanya.

Admin
Penulis