JAKARTA - Kesepakatan pemerintah dan DPR yang menetapkan Pilkada Serentak digelar pada 9 Desember 2020 dinilai serba tanggung. Ada baiknya, pesta demokrasi lima tahunan itu dilaksanakan setelah situasi dan kondisi, benar-benar sudah bebas dari pandemi Virus Corona (COVID-19).
"Pemerintah butuh waktu memulihkan situasi dan kondisi. Dikhawatirkan jika pilkada ini dipaksakan pelaksanaannya bisa jadi partisipasi pemilih akan rendah. Artinya, rendah partisipasi untuk mengikuti kampanye, rendah partisipasi untuk mencoblos, dan kandidat khawatir untuk melakukan kampanye," kata peneliti CSIS Arya Fernandes di Jakarta, Kamis (16/4).
Hal senada juga disampaikan Wakil Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Agustyati. Dia mengusulkan Pilkada 2020 digelar setelah Indonesia dinyatakan bersih dari COVID-19. Menurutnya, pemerintah harus tegas dalam menentukan jadwal Pilkada 2020.
BACA JUGA: KPU Provinsi Jambi Ikuti Kebijakan KPU-RI
"Memang sebaiknya menunda Pilkada ini mungkin tidak. Tapi jangan tanggung. Kalau memang mau ditunda ya ditunda saja sekalian. Kita meminta pemerintah mempertimbangkan jika ingin memulai tahapan Pilkada 2020 saat masa pemulihan wabah virus Corona," ujar di Jakarta, Kamis (16/4).Pilkada, lanjutnya, bukan hanya menyangkut pemungutan suara. Ketika tahapan pilkada dimulai dan situasinya belum betul-betul bersih, maka berpotensi terjadi penularan. "Bukan sekadar apakah nanti menggunakan teknologi, menggunakan pos, kotak suara keliling. Bukan sekedar itu. Tetapi tahapan pemilu itu yang kompleks dan berpotensi mengumpulkan banyak orang. Ini yang harus diwaspadai," paparnya.
Terpisah, Kepala Bagian Humas dan Hubungan Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono menegaskan lembaganya mengikuti tahapan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 yang ditetapkan KPU. "Mahkamah Konstitusi mengikuti saja agenda KPU. Karena keterlibatan MK dalam pilkada itu berada di ujung tahapan. Yakni memutus jika ada permohonan perselisihan hasil pilkada," jelas Fajar.
Setelah DPR RI menyetujui usulan pemerintah menunda pemungutan suara pilkada, MK akan melakukan penyesuaian regulasi penyelesaian sengketa hasil pilkada. Pada Selasa (14/4), Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pemungutan suara pemilihan kepala daerah yang semula pelaksanaannya pada tanggal 23 September menjadi 9 Desember 2020.
Sementara sebelumnya dalam SE yang ditandatangani Ketua KPU RI Arief Budiman pada 21 Maret 2020, ruang lingkup penundaan tahapan dan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 meliputi pelantikan dan masa kerja panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP) dan pelaksanaan pencocokan dan penelitian (coklit) serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
Pemungutan suara tetap 23 September 2020 serta penghitungan dan rekapitulasi suara 23 September-5 Oktober 2020. Untuk itu, sidang sengketa hasil Pilkada Serentak 2020 diperkirakan mulai bergulir Oktober 2020. Namun, dengan disetujuinya pemungutan suara diundur pada 9 Desember 2020, diperkirakan sidang sengketa hasil pilkada mulai digelar pada awal 2021.(rh/fin)