News . 10/03/2020, 11:14 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluruskan informasi hilangnya religiusitas dari lima nilai dasar lembaga yang tercantum dalam kode etik dan pedoman perilaku baru. KPK memastikan tetap menjunjung tinggi nilai religiusitas dan mencantumkannya dalam mukadimah kode etik.
Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya berpandangan bahwa religiusitas merupakan nilai tertinggi. Religiusitas, kata dia, juga memayungi seluruh nilai dasar lembaga yang ada dalam kode etik saat ini, meliputi integritas, keadilan, profesionalisme, kepemimpinan, dan sinergitas.
"Nilai religiusitas tersebut KPK cantumkan di dalam mukadimah kode etik dan pedoman perilaku KPK," ujar Ali Fikri ketika dikonfirmasi, Senin (9/3).
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan telah menyelesaikan proses penyusunan kode etik dan pedoman perilaku baru bagi seluruh insan KPK. Penyusunan kode etik baru KPK dilakukan seiring direvisinya aturan dasar lembaga antirasuah menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
"Sudah kami selesaikan, tapi tunggu nanti pimpinan akan buat Perkom (Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Tumpak, Kamis (5/3).
Tumpak membeberkan, pihaknya dan Pimpinan KPK bersepakat memasukkan satu nilai dasar baru, yaitu sinergi. Nilai dasar sinergi dimasukkan guna menyesuaikan dengan Undang-Undang KPK yang baru lantaran di dalamnya tercantum bahwa KPK harus melakukan kerja sama, bersinergi, koordinasi, dan supervisi secara maksimal.
Pada Kode Etik KPK sebelumnya memuat lima nilai dasar lembaga, yakni keadilan, profesional, kepemimpinan, religiusitas, dan integritas. Sedangkan pada kode etik yang baru, nilai religiusitas yang dicantumkan secara eksplisit diubah dengan sinergi.
Penggantian nilai religiusitas itu membuat mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahua heran. Ia menyebut penanganan korupsi nantinya dapat dilakukan secara serampangan tanpa berlandaskan asas religiusitas.
Abdullah memprediksi, penanganan koruopsi saat ini tidak lagi ditangani secara profesional dan berintegritas. "Tapi akan dilakukan sesuai dengan order penguasa dan pengusaha. Maka terjadilah senjata penegak hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas," kata dia.
Ia khawatir jika penanganan korupsi dilakukan seperti ini, maka konsekuensinya perkara melibatkan pejabat mau pun masyarakat yang tidak memiliki dukungan dari penguasa dan pengusaha bakal segera diproses. Lain hal dengan mereka yang miliki dukungan tersebut.
"Hal tersebut dapat dilihat dari penanganan kasus-kasus besar seperti BLBI, reklamasi, e-KTP, Meikarta, BPJS, ASABRI, Jiwasraya dan lain-lain dibiarkan saja," tandas Abdullah. (riz/gw/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com