JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengingatkan, berharap operator Sistem Informasi Pencalonan (Silon) harus hati-hati sekaligus cermat dalam memeriksa dan memasukkan dokumen pencalonan perseorangan Pilkada Serentak 2020.
Silon dirangkap sering menjadi salah satu persoalan yang terjadi dalam proses pendaftaran jalur perseorangan. Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, agar tidak terjadi persoalan, maka kuncinya operator diminta berhati-hati dan cermat dalam memasukkan data ke dalam Silon.
Abhan menambahkan, Silon sejak awal berhasil untuk mendeteksi kegandaan. "Jika ada data yang diinput secara offline dan diupload ke online secara otomatis tertolak. Hal ini mampu meminimalisir terjadinya kesalahan fatal," ujar Abhan di Jakarta, Sabtu (7/3).
Dia menjelaskan, ada beberapa temuan hasil pengawasan saat ini. Selain operator Silon, lanjut Abhan, persoalan juga terjadi di dalam surat pernyataan dukungan masing-masing pendukung (formulir Model B.1-KWK Perseorangan).
Bawaslu menemukan non KTP elektronik dan surat keterangan (suket). Padahal, surat dukungan bagi pasangan calon perseorangan harus disertai fotokopi KTP elektronik atau suket yang diterbitkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat.
"Lalu dalam rangkap asli hasil cetak B.1.1.KWK perseorangan yang dicetak dari Silon, ada anggapan Silon tidak wajib," imbuhnya.
Abhan menjabarkan, temuan lainya adalah sejak awal KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sudah melakukan penelitian administratif dengan mencoret dan menolak dukungan yang tidak ada tanda tangan. Bukan KTP Elektronik dan bukan suket. "Semestinya belum saatnya KPU melakukan hal tersebut," tuturnya.
“Satu hal yang paling fundamental adalah persyaratan dari sisi waktu penyerahan dokumen pencalonan, jumlah dukungan dan sebaran dukungan harus dipenuhi oleh para calon,” lanjutnya.
Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui, di setiap tahapan pencalonan pemilihan kepala daerah, selalu ada potensi bagi pihak yang tidak menerima KPU dan mengajukan sengketa di Bawaslu. Jajaran penyelenggara pemilihan ditingkat provinsi, kabupaten/kota pun diminta untuk siap menghadapi situasi ini, terutama dalam menyiapkan hal-hal apa saja yang dibutuhkan untuk menghadapi sengketa tersebut.
Komisioner KPU Hasyim Ashari mengatakan adapun hal pertama yang harus disiapkan terkait potensi sengketa adalah pemahaman yang utuh dalam menghadapi situasi tergugat. Ini bisa dilakukan dengan membaca kembali peraturan dan Undang-undang (UU), berikut petunjuk teknis (juknis) yang ada.
“Warning system dan kemudian manajemen resiko itu harus diterapkan di awal, sehingga bisa diantisipasi sejak awal. Buka dan pelajari kembali UU pemilihan dan juga PKPU mengenai pencalonan dan tahapan beserta juknisnya,” ucap Hasyim.
Selain itu jajaran penyelenggara di provinsi, kabupaten/kota juga perlu memeriksa kembali pendokumentasian yang dimiliki. Seperti foto, video yang nantinya bisa digunakan sebagai alat bukti untuk memperkuat dalil dipersidangan. Tidak lupa berita acara sebagai dasar penetapan suatu tahapan.
Hasyim berharap dengan kesiapan yang penuh dari jajaran penyelenggara pemilihan maka ketidakpuasan dari pihak-pihak akan sukses untuk dijawab. “Tapi perlu diingat, kita sebagai lembaga penyelenggara, personel-personelnya juga perlu menjaga diri untuk tidak menjadi bagian yang menjadi faktor penyebab konflik,” pesan Hasyim.
Perlu diketahui, bakal calon gubernur dan wakil gubernur perseorangan harus mengumpulkan dukungan minimal 10 persen jika Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 2 juta jiwa, 8,5 persen untuk DPT 2-6 juta jiwa, 7,5 persen untuk DPT mencapai 6 juta-12 juta jiwa, 6,5 persen untuk DPT di atas 12 juta jiwa.
Sedangkan bakal pasangan calon bupati dan wakil Bupati dan wali kota beserta wakil wali kota yaitu 10 persen untuk jumlah DPT sampai dengan 250 ribu jiwa, 8,5 persen untuk jumlah DPT antara 250-500 ribu jiwa; 7,5 persen untuk jumlah DPT antara 500-1 juta jiwa dan 6,5 persen untuk jumlah DPT di atas 1 juta jiwa.