JAKARTA - Mencuci tangan ternyata tak mampu membunuh virus yang ada di tubuh manusia. Cuci tangan hanya mengurangi bakteri.
Pakar kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Telly Kamelia mengatakan kegiatan mencuci tangan adalah salah satu upaya mengurangi bakterii. Cuci tangan tidak sama sekali mampu membunuh virus dalam tubuh manusia.
"Sebenarnya tujuan kita cuci tangan itu menurunkan kuman, jadi tidak 100 persen menghilangkan kuman di tangan," katanya di Jakarta, Jumat (6/3).
Menurutnya, masyarakat masih banyak yang salah kaprah mengartikan cuci tangan menggunakan sabun dapat membunuh mikroba. Padahal hal tersebut hanya mengurangi.
Terlebih saat ini, masyarakat begitu yakin mencuci tangan dengan 'hand sanitizer' atau pembersih tangan dan disinfektan dapat membunuh virus corona. Padahal keduanya digunakan untuk membasmi kuman bukan virus.
"Secara logika harusnya antivirus. Kalau bakteri baru antibiotik," katanya.
BACA JUGA: Waspadai Pemain Muda Arema, Robert Alberts Siap Bawa Pulang Poin Sempurna
Dengan demikian, kata Telly, tujuan menggunakan pembersih tangan dan disinfektan adalah untuk menjaga tangan tetap bersih. Sehingga prevalensi kuman yang masuk ke mulut dapat dikurangi.Untuk mengantisipasi virus corona, Telly menganjurkan agar masyarakat mengonsumsi makanan empat sehat lima sempurna secara rutin. Selain itu, vitamin C dalam dosis tinggi diyakini efektif dalam preventif virus termasuk corona.
"Jadi di China sendiri sudah ada penelitian uji klinis menggunakan vitamin C dosis tinggi," katanya.
Selain itu, Telly juga mengatakan rantai penularan virus corona dari binatang ke manusia masih bisa terjadi, walaupun prevalensinya saat ini sudah kecil.
"Virus corona ini masih ada diakui penularannya dari makanan yang tidak matang dan masuk ke dalam saluran cerna manusia. Jadi ini artinya berasal dari hewan, bukan manusia," katanya.
Makanan yang dimaksud menjadi penyebar virus corona tersebut berasal dari hewan yang dimakan mentah atau kurang matang. Namun kondisi itu kecil, yakni hanya sekitar tiga persen.
Diakuinya, penyakit tersebut awalnya diketahui berasal dari binatang ke manusia, namun penularannya saat ini juga terjadi dari manusia ke manusia.
"Jadi posisinya adalah rantai penularannya itu dari binatang ke manusia, lalu prevalensi menjadi lebih kecil. Kemudian berubah lebih banyak dari manusia ke manusia lewat saluran napas," ujarnya.
Meski demikian, penularan virus corona dari hewan ke manusia itu tidak diklarifikasi sebagai zoonotik seratus persen atau sebagai penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
"Virus corona tidak sama dengan antraks yang sifatnya benar-benar zoonotik, yakni dengan penularan penuh dari hewan ke manusia. Posisi antara binatang ke manusia dalam hal virus corona ialah sebatas sebagai rantai penularannya saja," katanya.