LUBUKKLINGGAU - Menjelang akhir Februari, sebagian petani di pinggiran Kota Lubuklinggau mulai panen padi. Kendati demikian massa panen kali ini tidak sepenuhnya membuat petani tersenyum lebar.
Pasalnya sejak sebulan terakhir intensitas hujan di Bumi Sebiduk Semare ini terus meningkat. Kondisi itu membuat petani kesulitan menjemur hasil panen mereka. Akibatnya gabah yang baru dipanen menjadi rusak.
Hervi (40 tahun) warga Kelurahan Siring Agung, Kecamatan Lubuklinggau Selatan II, mengatakan, akibat musim penghujan pengeringan padi menjadi tehambat.
"Normalnya/bila hari panas dua hari sudah kering, tapi sekarang sudah satu minggu belum kering-kering," ungkapnya pada sejumlah awak media, Rabu (26/2).
Miris, selain kondisi cuaca yang tidak mendukung, saat ini musim panen di Kota Lubuklinggau juga tidak serentak. Hal itu disebabkan tidak sedikit petani mengalami gagal panen akibat gangguan hama.
"Sekarang tergantung sisa panen, karena kemaren musim hama sisa burung dan tikus, bahkan gara-gara hama burung dan tikus cuma 25 persen padi yang bisa dipanen," paparnya.
Hervi menuturkan jika kualitas padi unggul dan berenas, dalam sehektare hasil panen bisa mencapai 2-3 ton. Namun karena serangan hama, produksi padi turun hanya tinggal sekitar seton saja perhektarnya.
Meski demikian, petani bisa tertolong dengan harga gabah kering yang cukup tinggi yakni berkisar Rp 9-10 ribu perkilonya.Harga tersebut lwbih tinggi bila dibandingkan dengan masa panen serentak yang hanya Rp 8 ribu perkilonya."Sudah sebulan terakhir naik, termasuk harga dedak yang ikutan naik menjadi Rp 200.- perkilonya," terangnya. (yat)