News . 26/02/2020, 11:15 WIB
"Tujuan AS memasukkan Indonesia sebagai negara maju ya memang untuk mencabut fasilitas khususnya terkait kemudahan bea masuk. Sebab AS ingin memperbaiki neraca dagang mereka," kata Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Selasa (25/2).
Ekonom INDEF, Nailul Huda mengatakan, berdasarkan laporan dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR), AS tidak menyebutkan Indonsia untuk menjadi negara maju namun hanya mengeluarkan Indonesia dari status istimewa dalam perdagangan dengan Negeri Paman Sam itu.
"Maka sangat kecil kemungkinan Indonesia masih mendapatkan GSP dari AS," ujar dia kepada FIN.
Untuk diketahui, total nilai perdagangan AS dan Indonesia di tahun 2019 adalah USD26, 9 miliar dengan tren pertumbuhan 4,5 persen. Ekspor Indonesia ke AS di pada 2019 tercatat USD17,7 miliar. Indonesia surplus sekitar USD9,2 miliar.
Sebelumnya, pemerintah Pemerintah AS mengubah kebijakan perdagangannya dengan mengeluarkan beberapa negara dari daftar negara berkembang, termasuk Cina, India, dan Afrika Selatan.
Kebijakan tersebut telah berlaku sejak 10 Februari 2020. Artinya Indonesia dikeluarkan dari daftar developing and least-developed countries sehingga special differential treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.
Akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.
Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia. Akibatnya kebijakan ini membuat perdagangan Indonesia menjadi melemah.(din/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com