Indonesia Pastikan Masih Dapat Fasilitas GSP

fin.co.id - 26/02/2020, 11:15 WIB

Indonesia Pastikan Masih Dapat Fasilitas GSP

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pasca dinyatakan menjadi negara maju oleh Amerika Serikat (AS), sejumlah ekonom Tanah Air menyebutkan, Indonesia tidak akan lagi mendapatkan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS.

Namun Menteri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mementahkan pendapat ekonom. Dia menjelaskan, bergantinya status Indonesia dengan fasilitas GSP adalah dua hal yang berbeda.

"Kalau ada isu dikaitkan dengan kita tidak lagi dikategorikan sebagai negara miskin itu dua hal yang berbeda. Jadi ada 26 negara yang dikategorikan itu (negara maju) termasuk Indonesia, Vietnam dan India. Tapi GSP ada deal sendiri lagi. Jadi kalau ada orang bilang ada strategi licik itu tidak benar, jangan kita buruk sangka," kata Luhut, di Jakarta, Selasa (25/2).

Mengenai GSP , Luhut mengungkapkan, tim USTR pada 2 Maret 2020 akan datang ke Indonesia untuk membicarakan keberlanjutan GSP. "Tim USTD akan datang ke Indonesia pada tanggal 2 Maret besok untuk bertemu dengan perwakilan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk membicarakan GSP," ujar Luhut.

Menurut dia, jika Indonesia mendapat fasilitas GSP, maka bisa memangkas bea masuk impor sebesar USD2,4 miliar per tahun. Kondisi ini akan membuat ekspor Indonesia menjadi kompetitif.

BACA JUGA: Barang Sitaan Menumpuk Rugikan Negara

Luhut juga menyampaikan upaya pemerintah tengah menaikkan level perjanjian dagang dengan AS menuju limited free trade agremeent alias perjanjian dagang bebas terbatas.

"Mengenai GSP kita punya pikiran untuk meningkatkan jadi limited free trade agreement. Jadi kita naikkan satu level lagi," ucapnya.

Senada dengan Luhut, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengatakan, dengan masuknya Indonesia sebagai negara maju bisa meningkatkan daya saing, terutama untuk sektor ekspor ke AS. Dan, dia menegaskan, Indonesia akan tetap menerima fasilitas GSP.

"Daya saing produk Indonesia harus ditingkatkan agar bisa memenangkan pasar ekspor Indonesia. Sementara itu, perubahan kriteria negara berkembang yang ditetapkan USTR tersebut hanya berlaku dalam aturan pengenaan CVD dan tidak berdampak pada status Indonesia sebagai negara berkembang penerima fasilitas GSP," uja Agus dalam keterangan persnya, kemarin (25/2).

Lebih lanjut, Mendag Agus menyampaikan, saat ini Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS masih terus mengadakan konsultasi terkait country review penerima program GSP. Status negara berkembang penerima fasilitas GSP sendiri diatur dalam aturan yang berbeda di bawah Trade Act 1974.

"Indonesia saat ini tengah berkoordinasi erat dengan pihak AS untuk memastikan status Indonesia sebagai penerima GSP. Sejauh ini, perkembangan diskusi secara bilateral berlangsung cukup positif dan diharapkan AS dapat menginformasikan hasil review segera," tutur Agus.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, dengan dicoretnya Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju, maka Indonesia tidak akan lagi berada dalam daftar penerima special differential treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures.

"Sebenarnya kalau dilihat dari pengumuman itu, (dampaknya) lebih ke counter vailing duty (CVD) dan itu sangat spesifik," kata dia.

Bendahara negara itu menjelaskan, CVD berbeda dengan GSP. CVD adalah bea yang dibebankan pemerintah atau negara pengimpor guna menyeimbangkan harga produk yang sama dari produsen dalam negeri dan harga produk asing berdasarkan subsidi ekspor yang mereka peroleh dari negara asal. Oleh karena itu, dia memastikan tak berpengaruh besar terhadap sektor perdagangan Indoenesia.

"CVD ini berbeda dengan GSP. Jadi dan nggak ada hubunganya dengan berbagai hal sama sekali," tegasnya.

BACA JUGA: Lulusan SMK Dominasi Angkatan Kerja di Indonesia

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, bahwa Indonesia selama ini sudah masuk sebagai negara berpendapatan menegah (middle income) sehingga sudah sepatutnya meningkatkan kompetensi (competitiveness).

Terpisah, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, Presiden AS Donald Trump mencoret Indonesia dari daftar negara berkebang sebagai negara maju adalah memang untuk menghentikan fasilitas GSP yang selama ini dinikmati Indonesia.

Admin
Penulis