JAKARTA - Dalam penanganan benda sitaan dan barang rampasan negara selalu ditemukan adanya benda yang cepat rusak dan tersimpan dalam waktu lama di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Ini terjadi karena adanya proses penanganan perkara yang memakan waktu lama sejak tahap penyidikan, penuntutan, dan upaya hukum sampai eksekusi.
”Benda sitaan yang mempunyai sifat cepat rusak dalam waktu lama telah mengakibatkan menurunnya nilai ekonomis dari benda sitaan sehingga berpotensi merugikan keuangan negara,” terang Direktur Jenderal Pemasyarakatan (DirjenPAS), Sri Puguh Budi Utami dalam Rapat Koordinasi Nasional Tata Kelola Basan dan Baran pada Rupbasan serta Pelayanan Tahanan Mewujudkan Zero Overstaying pada Lapas/Rutan, di Jakarta, Selasa (25/2).
Maka, perlu dilakukan penyelesaian secara cepat, seperti yang telah diatur pada pasal 44 KUHAP yaitu dengan segera melakukan penjualan lelang terhadap benda sitaan yang dan barang rampasan negara.”Benda sitaan dan barang rampasan negara yang telah inkrah tapi masih menunggu eksekusi dari jaksa menyebabkan menumpuknya benda sitaan dan barang rampasan di Rupbasan hingga menimbulkan pembebanan anggaran negara dalam pemeliharaan dan ruang penyimpananya,” paparnya.
BACA JUGA: MANTUL! DS5 Punya Sensor Jantung dan Keringat?
Pada kondisi ini, perlu dukungan dari semua apaarat penegak hukum terkait optimalisasi fungsi tatakelola benda sitaan dan barang rampasan negara di Rumah Benda Sitaan Negara guna meminimalisir potensi terjadinya kerugian negara akibat pemeliharaan yang memakan waktu lama serta tetap menjamin tercapainya layanan basan dan baran yang berkepastian hukum.Masih berkaitan dengan barang sitaan dan rampasan negara, sejauh ini realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetorkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari penyelamatan uang negara pada 2018 sebesar Rp516,6 miliar. Data ini per tanggal 5 September 2019.
Angka tersebut meningkat 167,28% dari periode sebelumnya yang sebesar Rp193,3 miliar. Secara rinci realisasi PNBP terbesar pada 2018 terdapat dari uang sitaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) sebesar Rp 323 miliar, naik 508,3% dibandingkan 2017 yang sebesar Rp53 miliar.
Adapun realisasi PNBP terbesar kedua terdapat pada uang pengganti TPK senilai Rp109,7 miliar, naik 257,53% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang sebesar Rp30,7 miliar. PNBP terbesar selanjutnya terdapat pada pos penjualan hasil lelang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar Rp43,4 miliar dan uang sitaan TPPU sebesar Rp14 miliar.
Sebagai informasi, berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2019, jenis PNBP yang berlaku di KPK berdasarkan penetapan hakim atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. PNBP KPK meliputi uang rampasan negara yang berasal dari TPK dan TPPU, pembayaran uang pengganti TPK, pembayaran denda TPK dan TPPU, pembayaran biaya perkara, hasil penjualan barang rampasan negara dari TPK dan TPPU, gratifikasi, dan hasil kompensasi barang atau fasilitas gratifikasi.
Sementara itu, Kejaksaan Agung mengklaim berhasil memulihkan keuangan negara dengan mengeksekusi sejumlah aset di antaranya aset Yayasan Supersemar sepanjang 2019, belum termasuk First Travel dan lainnya. Total yang dieksekusi menembus angka Rp242.081.000.259,89 dari pemulihan aset ini.
BACA JUGA: Cina Uji Coba Vaksin Penangkal Corona
”Tindak lanjut terhadap proses ini, Kejaksaan akan terus mengupayakan agar seluruh total nilai dari putusan tersebut dapat dieksekusi,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin.Pada paparan tersebut Burhanuddin juga memberikan capaian Kejagung terkait penyelamatan uang negara lainnya. Ia mengklaim Kejagung telah melalukan penangkapan buronan terpidana perkara tindak pidana korupsi atas nama Kokos Jiang.
”Sebagai pelaksanaan kepastian hukum Kejaksaan dalam bentuk pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam eksekusi tersebut, Kejaksaan berhasil mengeksekusi uang pengganti ke kas negara sebesar Rp477.359.539.000 sebagai pemulihan kerugian negara," katanya.
Kejaksaan Agung pun melakukan penangkapan buronan atas nama Atto Sakmiwata Sampetoding, terpidana kasus korupsi yang telah menjadi buronan selama lima tahun. Burhanuddin juga mengatakan pihaknya telah melalukan pelelangan barang rampasan yakni Kapal Ebony sebesar Rp42.365.000.000 dalam perkara illegal fishing. ”Dan juga Kejaksaan Agung telah membentuk Tim Khusus untuk mendalami dugaan tindak pidana korupsi pada PT. Asuransi Jiwasraya,” katanya. (fin/ful)