JAKARTA - Penyidik Polda Metro Jaya berusaha mengungkap siapa saja yang terlibat dalam klinik aborsi di Paseban, Jakarta Pusat. Polisi kini sedang mencari, dokter mana saja yang mengirim pasien untuk menjalani aborsi di klinik illegal tersebut.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, pihaknya sudah mengantongi beberapa nama dokter yang pernah mengirim pasien ke klinik tersebut. Nama-nama ini diperoleh polisi berdasarkan pengakuan tiga tersangka yang sudah dicokok polisi sebelumnya saat polisi menggerebek klinik tersebut.
"Keterangan awal yang bersangkutan ada beberapa dokter yang lakukan aborsi, melakukannya di sini, di bawa ke klinik ini, sementara ini klinik ilegal," kata Yusri Yunus kepada sejumlah wartawan di lokasi penggerebekan klinik ilegal di Jalan Paseban No.61 Jakarta Pusat, Jumat (14/2) kemarin.
Jika demikian, Yusri Yunus menyatakan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus itu. Dia menyebut sekitar 50 oknum bidan juga mengirim pasiennya ke klinik ilegal tersebut.
"Mereka punya jaringan sampai 50 bidan yang ada di luar, dan masih ada pengembangan yang dilakukan dengan pemeriksaan beberapa dokter yang ada," ujarnya.
Klinik ilegal itu dijalankan oleh tiga tersangka, yakni MM yang berprofesi sebagai dokter yang melakukan aborsi, RM sebagai bidan, dan S sebagai staf administrasi klinik.
Tersangka MM diketahui berprofesi sebagai dokter, MM dahulu dokter yang berstatus sebagai pegawai negeri di Riau, namun dipecat karena masalah disiplin, RM berperan sebagai bidan dan juga residivis dalam kasus serupa, sedangkan S juga resividis dalam kasus yang sama.
Klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Paseban Raya No.61, Paseban, Senen, Jakarta Pusat itu digerebek Sub Direktorat 3 Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya pada 10 Februari lalu. Saat itu, polisi menemukan dua janin hasil aborsi yang berusia sekitar enam bulan.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka itu saat ini ditahan di Mapolda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan lebih intensif.
Mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 83 juncto Pasal 64 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 75 Ayat (1), Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan atau Pasal 194 jo Pasal 75 Ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan juncto Pasal 55, 56 KUHP dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara. (wsa/fin)