JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memanggil dua perusahaan manning agency yang memberangkatkan para WNI. Langkah ini untuk memastikan perlindungan bagi 78 WNI yang menjadi kru di kapal pesiar Diamond Princess.
”Untuk menjaga komunikasi, KBRI Tokyo telah membentuk Whatsapp grup dengan para kru WNI dan memberikan bantuan logistik berupa vitamin. Ini sesuai informasi Otoritas Jepang, jika tidak ada perkembangan lain, dijadwalkan masa observasi kesehatan akan selesai tanggal 19 Februari 2020,” jelas Kemenlu dalam rilis yang diterima Fajar Indonesia Network Rabu (12/2).
Sebelumnya dilaporkan jumlah korban virus Corona COVID-19 di kapal pesiar Diamond Princess bertambah 39 orang sehingga total menjadi 174. Korban terbaru itu termasuk seorang petugas karantina.
Kapal pesiar Diamond Princess telah tertahan sejak tiba di lepas pantai Jepang awal pekan lalu setelah virus corona terdeteksi pada seorang mantan penumpang yang turun dari kapal bulan lalu di Hongkong. Ketika kapal itu tiba di Jepang, pihak berwenang pada awalnya menguji hampir 300 orang dari 3.711 yang berada di atas kapal itu, secara bertahap mengevakuasi belasan orang yang terinfeksi ke fasilitas medis setempat.
BACA JUGA: Raline Shah Bersama Pemain Parasite di Oscar 2020, Netizen: Apalah Kita Ni
Sementara itu hingga pukul 18.00 WIB, ada 64 spesimen nCoV yang dikirim dari 16 Provinsi ke Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes), Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hasilnya sebanyak 62 spesimen negatif nCoV dan dua spesimen dalam proses pemeriksaan.Enam belas provinsi tersebut adalah DKI 14 spesimen, Bali 11 spesimen, Jawa Tengah tujuh spesimen, Jawa Barat enam spesimen, Jawa Timur enam spesimen, Banten empat spesimen, Sulawesi Utara empat spesimen, DIY tiga spesimen, Kalimantan Barat satu spesimen, Jambi satu spesimen, Papua Barat satu spesimen, NTB satu spesimen, Kepulauan Riau satu spesimen, Bengkulu satu spesimen, Kalimantan Timur dua spesimen, dan Sulawesi Tenggara satu spesimen.
Prosedur pemeriksaan spesimen yang dilakukan di Lab Badan Litbangkes, Kemenkes ini sudah sesuai dengan standar Badan Kesehatan Duni (WHO). Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Vivi Setiawaty, mengatakan pemeriksaan spesimen mengikuti standar WHO dan dikerjakan di Lab Biosafety Level (BSL) 2. ”Itu sudah ada pedomannya dan semua negara menggunakan BSL 2. Kita tidak keluar dari alur minimal yang ditetapkan WHO,” terangnya.
Fasilitas di Lab Litbangkes, lanjut Vivi, terdapat fasilitas BSL 2, BSL 3 dan Lab Biorepository untuk penyimpanan materi genetic juga spesimen klinis dari pasien. Alat dan kemampuan di Lab Litbangkes tersebut sudah terstandar oleh WHO. ”Setiap tahun WHO melakukan quality assurance atau akreditasi ke lab kami, dan tiap tahun memang ada orang dari WHO datang untuk akreditasi Lab,” ucap Vivi.
Prosedur pemeriksaan spesimen di Lab Badan Litbangkes mulai dari Penerimaan Spesimen, Pemeriksaan Spesimen, dan Pelaporan. Pada tahap Penerimaan Spesimen, spesimen diambil dari pasien di rumah sakit rujukan kemudian dikirim ke Lab Badan Litbangkes. Spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes tidak cuma stau spesimen, tapi minimlal tiga spesimen dari satu pasien.
Kemudian masuk pada tahap Pemeriksaan Spesimen. Pada tahapan ini, spesimen yang diterima Lab Badan Litbangkes diekstraksi untuk diambil RNA nya. Setelah RNA didapat lalu dicampurkan dengan Reagen untuk pemeriksaan dengan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (PCR).
PCR merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus, untuk mengetahui ada tidaknya virus/DNA virus, dan untuk mengetahui genotipe virus yang menginfeksi bisa dilakukan sekuensing.
Setelah itu dimasukan ke mesin yang gunanya untuk memperbanyak RNA supaya bisa dibaca oleh spektrofotometer. Hasilnya, akan didapat positive control dengan gambaran kurva sigmoid, sedangkan negative control tidak terbentuk kurva (mendatar saja).
Ini adalah satu quality assurance untuk memastikan apa yang diperiksa itu benar atau tidak, kemudian ada kontrol lainnya. Jadi untuk mengerjakan ini (pemeriksaan spesimen) banyak hal yang harus terpenuhi sebelum menyatakan bahwa sampel yang diperiksa positif atau negative. ”Jadi kalau positif, dia (sampel) harus menyerupai dengan positive controlnya. Jadi selama ini spesimen yang diperiksa negatif karena semua datar menyerupai negative kontrolnya,” kata Vivi.
Setelah itu masuk pada tahap pelaporan, Vivi mengatakan memang ada alur yang harus dilakukan untuk sampai pada palaporan hasil. ”Kita semua bekerja sesuai pedoman WHO bahwa pengambilan spesimen tidak dilakukan sekali tapi beberapa spesimen pada satu orang pasien,” katanya.
BACA JUGA: Soal Fast Charging, Mi 10 Ungguli Galaxy S20
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Anung Sugihantono menegaskan untuk pemeriksaan New Emerging Disease seperti Covid-19 tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan Lab. Pasalnya, pemeriksaan Lab Badan Litbangkes merupakan bagian dari public health.”Itu (pemeriksaan Lab Litbangkes) public health, jadi tidak jualan. Kalau ditanya harganya ya gak ada harganya, tapi kalau ongkosnya berapa semuanya bisa dihitung. Cuma kalau belinya satu denga belinya seribu jadi beda lagi kami hitungnya,” kata Anung.
Senada dengan Dirjen Anung, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Dr. Vivi Setiawaty mengatakan pemeriksaan di Lab Litbangkes adalah public health. ”Reagen beli 1 sama raegen beli 1000 itu kan beda. Jadi karena ini public health jadi gak bisa dihitung unit costnya,” ucap Vivi.