JAKARTA - Hingga kini belum ada satupun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law yang sudah diserahkan ke DPR RI. Rencananya, ada empat RUU yang akan segera dibahas. Yakni RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, RUU Omnibus Law Perpajakan, RUU Omnibus Law Ibu Kota Negara, dan satu RUU Omnibus Law soal Kefarmasian. Dari empat RUU itu, baru bidang pajak yang sudah diserahkan pada Kesetjenan DPR RI.
"Sampai sekarang, dari empat RUU itu, belum satu pun draf dari pemerintah yang diterima DPR," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baedowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2).
Draf RUU tersebut, lanjut Baidowo, memang sudah ditunggu oleh DPR. Dia meminta pemerintah segera menyerahkan draf RUU tersebut. Menurutnya, DPR tidak bisa berbicara detail terkait RUU Omnibus Law. Sebab, memang pihaknya belum menerima drafnya.
"Dulu ada informasi katanya DPR menolak perpindahan Ibu Kota Negara. Padahal RUU-nya saja belum ada. Ternyata yang ditolak adalah karena pemerintah menyampaikan pokok-pokok pikirannya dalam sebuah rapat dengan DPR. Itu dianggap sebagai sebuah usulan resmi pemerintah. Padahal forumnya diskusi," tuturnya.
Dia mengkritisi pola komunikasi pemerintah terkait omnibus law. "Padahal dari pemerintahnya belum selesai. Tetapi drafnya sudah beredar ke mana-mana. Seolah-olah itu menjadi draf resmi. Ketika kami konfirmasi dalam rapat kerja, ternyata bukan. Nah, itu pola komunikasi pemerintah yang perlu diperbaiki," imbuhnya.
Baidowi meminta jangan sampai DPR RI dituding seolah-olah menyembunyikan sesuatu. "Sekali lagi, tidak ada. Karena semua surat-menyurat itu pasti ke pimpinan DPR. Baru didelegasikan melalui rapat Badan Musyawarah DPR kepada Alat Kelengkapan Dewan terkait," jelasnya.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dia menyatakan Surat Presiden (Surpres) dan naskah akademik omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja memang belum dikirim ke DPR. Dia belum tahu alasan molornya penyerahan tersebut.
Namun, Dasco mengatakan Surpres dan naskah akademik omnibus law RUU Perpajakan sudah masuk ke DPR. Namun, surat dan naskah itu baru sampai ke pihak Kesetjenan DPR. Tetapi belum diserahkan ke pimpinan. "RUU Pajak sudah dikirim ke Kesetjenan. Namun, belum sampai di pimpinan," ujar Dasco di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2).
Jika draf RUU Cipta Lapangan Kerja sudah masuk ke DPR, Dasco memastikan pihaknya akan terbuka. Selanjutnya draf itu bisa diakses publik. Dasco menegaskan DPR akan melibatkan serikat pekerja dalam pembahasan RUU tersebut nantinya. "Bukan cuma KSPI, ada beberapa serikat pekerja. Itu bukan soal permintaan dari Presiden. Kami kan wakil rakyat. Jadi kami harus menerima aspirasi dari semua lapisan masyarakat. Termasuk serikat pekerja yang merasa berkepentingan dengan UU Cipta Lapangan Kerja ini," terangnya.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menegaskan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan memerhatikan hak-hak buruh. Selain itu, harus memudahkan investor. Moeldoko memastikan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dibuat untuk mencari titik keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha.
Dia mempersilakan aliansi buruh menginventarisasi seluruh kekhawatiran dan isu terkait Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. “Nantinya akan ada public hearing yang dilakukan di DPR,” jelas mantan Panglima TNI ini.
Terkait isu Tenaga Kerja Asing (TKA), pemerintah menyatakan sangat mempertimbangkan kondisi pasar kerja dalam negeri. Penggunaan TKA akan dengan cermat memperhatikan jenis pekerjaan, jabatan, syarat kompetensi jabatan dalam hubungan kerja dan waktu tertentu. TKA yang datang, lanjutnya, hanya yang punya keahlian khusus. Dimana tidak dimiliki oleh tenaga kerja Indonesia.
Terpisah, Koordinator Gekanas, R. Abdullah meminta pemerintah tidak tergesa-gesa dalam penyusunan Omnibus Law. Menurutnya, perlu ada keterbukaan kepada publik dan pihak terkait agar pembahasan RUU tidak menimbulkan kegaduhan. Dia mengusulkan agar hak-hak pekerja di UU Ketenagakerjaan bisa dipertahankan. "Ya, kalau bisa sih ditambah. Hak pekerja itu penting menyangkut kesejahteraan," papar Abdullah.(rh/fin)