Menanti Kepastian Omnibus Law

fin.co.id - 12/02/2020, 08:15 WIB

Menanti Kepastian Omnibus Law

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Usulan RUU Omnibus law yang digaungkan pemerintah belum juga diserahkan ke DPR. Padahal, pemerintah menarget bakal rampung dalam 100 hari pembahasan. Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi menegaskan jika DPR ini belum menerima draft RUU Omnibus law. Ia meminta masyarakat jangan menuding DPR sembunyikan RUU tersebut.

“Selama ini yang tertuduh RUU Omnibus law itu selalu DPR. Padahal kami belum menerima draft-nya. Masyarakat pun merespon pro dan kontra. Itu draft yang mana?” tegas Baidowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/2).

Baidowi mendesak pemerintah segera mengirimkan draft RUU tersebut agar segera bisa dibahas dan pasti melibatkan berbagai kelompok kepentingan masyarakat. “Jadi, draft yang diprotes masyarakat itu benar atau tidak, DPR tidak tahu,” jelasnya.

Pada prinsipnya menurut anggota Komisi VI DPR itu, DPR pasti mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Namun, aspek kemanusiaan lainnya harus mendapat perhatian. Seperti perlindungan hukum, jaminan kerja, dan sebagainya. “Jadi, karena draft belum ada, maka DPR tak akan membahas yang tak ada, nanti ikut ilegal,” tambahnya.

Sementara itu anggota Komite I DPD RI Filep Wamafma hanya meminta kejelasan kewenangan antara pmerintah pusat, gubernur dan bupati. Khususnya di Papua terkait sumber daya alam (SDA), karena meski sudah ada otonomi khusus (Otsus), tapi semua perizinan masih ditangani oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Selain itu, meski ada kewenangan di tingkat bupati (Otda), tapi pada pelaksanaannya masih harus dapat izin dari gubernur, dan seterusnya. “Saya kira itulah yang perlu disempurnakan, agar tidak ada tumpang tindih kewenangan di daerah dan pusat,” ungkapnya.

Di tempat sama, pengamat hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan mustahil sebuah UU yang mrupakan kumpulan dari berbagai aturan perundang-undangan dilakukan selama 100 hari. “Amerika saja membahas UU Kompetitif law itu selama 3 tahun dengan membentuk 9 Komite,” kata Margarito.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah melakukan sosialisasi mendalam terkait pembuatan undang-undang Omnibus law. Ia tidak ingin UU tersebut menimbulkan kegaduhan seperti yang terjadi pada Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sebelumnya. "Yang paling penting adalah sosialisasi kepada masyarakat. Karena ini adalah inisiatif dari pemerintah. Tentu saja saya berharap bahwa pemerintah bisa mensosialisasikan hal ini ke masyarakat dengan lebih baik. Sehingga tidak menimbulkan prasarangka yang tidak-tidak," jelas Puan.

Menurut Puan, meski Omnibus Law sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020, namun belum dipastikan kapan pembahasan akan dimulai. "Jangan sampai draft yang dibahas di DPR apa, tetapi yang keluar ke publik lain. Nah itu akan menimbulkan prasangka yang negatif," paparnya. (khf/fin/rh)

Admin
Penulis