JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang dilayangkan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) perihal penanganan perkara kasus dugaan suap penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, MAKI tidak memiliki kedudukan hukum alias legal standing untuk mengajukan permohonan a quo. Ali Fikri juga menyebut, KPK membantah dalil permohonan yang menyebut lembaga antirasuah menghentikan penyidikan perkara.
"KPK membantah bahwa tidak ada penghentian terkait dengan perkara tersebut, yang ada tetap berjalan, sampai hari ini," ujar Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (11/2).
Selain itu, KPK juga membantah dalil permohonan terkait penetapan pihak lain sebagai tersangka. Menurut Ali Fikri, pihaknya tetap membuka peluang untuk menjerat pihak-pihak selain empat tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya.
"Namun tentu rambu-rambunya jelas, sepanjang dalam perjalanannya ditemukan bukti permulaan yang cukup guna menetapkan pihak lain menjadi tersangka. Jadi poinnya di situ," ungkapnya.
KPK turut membantah dalil perihal adanya impunitas terhadap seseorang yang diduga terlibat dalam perkara ini lantaran berprofesi sebagai advokat. Sebagai bukti, kata Ali Fikri, terdapat sejumlah perkara melibatkan advokat yang ditangani oleh KPK.
"Artinya buat KPK tidak menjadi hambatan, ketika seseorang berprofesi sebagai advokat kemudian berdasarkan bukti permulaan yang cukup dapat ditetapakn menjadi tersangka," tuturnya.
Dalam gugatannya, MAKI meminta KPK agar menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto dan eks caleg PDIP, Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan PAW anggota DPR.
"Seharusnya (KPK) mengembangkan dan melanjutkan penyidikan dengan menetapkan Tersangka atas Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah," kata kuasa hukum MAKI, Rizky Dwi Cahyo Putra dalam persidangan.
MAKI menilai KPK tidak melakukan pengembangan kasus tersebut dan abai terhadap pemeriksaan-pemeriksaan yang sudah dilakukan sebelumnya. Rizky mengacu pada beberapa pemberitaan di media massa, terutama mengenai hasil pemeriksaan terhadap staf Hasto, Saeful, yang menyatakan terdapat sejumlah aliran dana yang mengalir kepada Hasto dalam dugaan korupsi PAW tersebut.
"Bahwa tindakan termohon tidak mengembangkan tersangka Hasto Kristiyanto dan Dony Tri Istiqomah melanggar Pasal 44 UU KPK," jelas dia.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan mantan Komisioner Komisi Pemilhan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, eks Caleg PDIP Harun Masiku, bekas Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan pihak swasta Saeful.
Wahyu diduga meminta fee sebesar Rp900 juta untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas yang telah meninggal dunia. Namun Wahyu baru akan menerima Rp600 Juta dari proses pelolosan tersebut.
Uang Rp600 Juta dibagi dalam dua tahapan. Pada tahapan pertama, ada aliran suap Rp400 juta yang saat ini masih didalami sumbernya. Hanya saja, Wahyu hanya menerima senilai Rp200 Juta dari total Rp400 Juta. Sisanya atau senilai Rp200 Juta, diduga digunakan oleh pihak lain.
Namun, saat ini KPK baru menahan Wahyu Setiawan, dan dua tersangka lain yakni pihak swasta Saeful serta mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Sedangkan Harun Masiku, saat ini masih diburu oleh KPK. KPK sudah mendaftarkan Harun Masiku ke Polri sebagai buronan. (riz/gw/fin)