Desakan Perkuat Ekonomi Domestik

fin.co.id - 10/02/2020, 12:14 WIB

Desakan Perkuat Ekonomi Domestik

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kendati cadatangan devisa (cadev) diproyeksikan meningkat, namun pengusaha meminta pemerintah Indonesia juga perlu mengambil kebijakan sebagai antisipatif untuk memperkuat ekonomi dalam negeri.

Hal itu karena saat ini seluruh dunia tengah 'ketakutan' penyebaran virus corona yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi domestiknya.

Oleh karena itu, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk melakukan kebijakan antisipatif atas dampak dari wabah virus corona.

Negara Cina, menurut dia, berkontribusi besar bagi pasar ekspor nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Oktober 2019 mencapai USD14,93 miliar atau meningkat 5,92 persen dibanding ekspor September 2019.

Secara kumulatif nilai ekspor Januari-Oktober 2019 mencapai USD139,11 miliar atau menurun 7,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2018. Demikian juga ekspor nonmigas mencapai USD128,76 miliar atau menurun 5,82 persen.

"Ekspor maupun impor bisa turun, dan itu perlu diantisipasi. Langkahnya adalah pemerintah menjaga ekonomi dalam negeri," kata Ketua Umum Apindo, Hariyadi B Sukamdani, kemarin (8/2).

BACA JUGA: Kematian Putri Karen Idol Dianggap Tidak Wajar

Adapun upaya kongkret yang harus direalisasikan pemerintah dalam waktu dekat adalah Omnibus Law. Dia berkeuakinan UU Sapu Jagat itu bisa mendorong industri padat karya sehingga bisa menyerap tenaga kerja baru.

Menurut dia, regulasi tersebut bisa memberikan kepastian kepada pelaku industri, terutama padat karya dan Usaha Kecil dan Menengah.

"Jika bisa cepat maka akan sangat memberikan dampak positf. Problemnya saat ini ada dalam hal ketengakerjaan untuk bisa mendorong industri padat karya," ucap dia.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan dadev Indonesia pada 2020 meningkat menjadi USD131,7 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan posisi Desember 2019, yang sebesar USD129,2 miliar.

Adapun posisi cadev tersebut setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor, dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

Lanjut dia, cadev pada Januari 2020, terutama didorong oleh penerbitan surat utang global pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valuta asing (valas) lainnya.

"Cadev tersebut mampu mendukung ketahanan sektor ekternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata dia.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro berpandangan, bahwa seiring lesunya ekonomi utama dan sikap moneter The Fed, akan membuat lebih banyak aliran modal ke pasar berkembang, termasuk Indonesia.

"Kami memperkirakan cadev akan beada di kisaran USD130 miliar sampai dengan USD135 miliar pada akhir 2020," katanya.

Terkait ekspor, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat ekspor minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO), dan produk turunannya sepanjang 2019 mencapai 36,17 juta ton. Angka ini sebagian ebsar ekspor ke Cina.

BACA JUGA: Tentara Stres Tembak Mati 21 Warga Bangkok

"Cina paling besar kenaikan ekspornya. Namun ke Uni Eropa turun, India juga turun paling banyak. Tetapi karena kenaikan Cina dan Afrika besar, bisa menutupi minus di tempat lain," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono.

Admin
Penulis