LUBUKLINGGAU – Kasus anak-anak mengidap demam tipoid meningkat, angkanya mencapai 1.079 orang. Rinciannya, di Rumah Sakit (RS) DR Sobirin tahun 2018 ada 380 anak menderita demam tipoid. Lalu tahun 2019 melonjak jadi 411 pasien anak yang mengidap infeksi bakteri di usus halus tersebut. Sementara di RS Siti Aisyah selama 2019, ada 288 pasien.
Kasus tipoid menduduki peringkat tertinggi kedua, penyakit yang diidap anak setelah diare.
Dari sumber yang dihimpun, demam tipoid disebabkan bakteri Salmonella yang terdapat pada tinja atau kotoran binatang, yang menginfeksi manusia melalui makanan yang terkontaminasi.
Akhiran -oid pada demam tipoid menunjukkan bahwa penyakit ini memiliki gejala yang mirip dengan typhus yakni demam tinggi. Namun jenis kuman yang memicu infeksi sama sekali berbeda. Typhus disebabkan oleh bakteri Rickettsia sedangkan tipoid disebabkan oleh bakteri Salmonella.
BACA JUGA: Lebih Baik Mana, Aktif Bergerak atau Rutin Olahraga?
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Lubuklinggau, dr Dwiyana Sulistyaningrum menjelaskan apabila anak-anak kerap jajan sembarangan ketika daya tahan tubuh sedang menurun, maka mudah terancam terkena demam tipoid. Padahal anak-anak daya tahan tubuhnya belum sekuat orang dewasa, sehingga rentan terserang demam tipoid.
Infeksi juga bisa terjadi melalui masuknya makanan dan air minum yang terkontaminasi feses. Faktor risiko yang ada misalnya cadangan air yang terkontaminasi, es krim, sirup ataupun makanan yang umumnya dijual oleh pedagang jalanan ataupun buah dan sayuran yang dipupuki limbah kotoran manusia atau hewan.
“Faktor risiko lainnya termasuk kontak dengan pasien lainnya sebelum terkena penyakit ini, tidak mencuci tangan dengan sabun, lingkungan yang buruk dan infeksi sebelumnya,” jelas dr Dwi.
Cara pencegahan penyakit yang mudah dilakukan, yakni menjaga kebersihan lingkungan dan memperbaiki perilaku sehari-hari.
“Dengan memelihara kebiasaan mencuci dan membersihkan tangan, terutama sebelum makan dan menyiapkan makanan, serta setelah menggunakan toilet, kita dapat menghindari tertular kuman penyakit dari luar. Cuci tangannya pakai sabun dan air mengalir. Lalu dibilas dengan air yang mengalir. Bukan cuci tangan pakai kobokan ya,” jelas dr Dwi.
BACA JUGA: Jangan Biarkan Si Kecil Lama-lama di depan TV
Bila sudah terjangkit demam tipoid, disarankan untuk segera berobat ke dokter atau rumah sakit dan melakukan pengujuan untuk memastikan infeksi tipoid dan pasien juga mendapatkan pengobatan yang baik dan tepat.Dr Dwi mengungkapkan antara demam tipoid dengan Demam Berdarah Dengue berbeda. Kalau demam tipoid, infeksi di saluran cerna. Demamnya biasanya siang turun lalu sore naik lagi. Sementara kalau DBD, panas tingginya 3-4 hari baru turun.
Direktur RS Dr Sobirin, dr H RM Nawawi melalui Kepala Bidang Perencanaan dan Rekam Medis, Sumiyati mengatakan selain demam tipoid, pasien anak yang berobat ke RS DR Sobirin tahun 2018 ada 394 pasien menderita DBD, 221 pasien DBD, 168 pasien kejang demam dan 76 pasien Pnemonia. Sementara tahun 2019, anak yang menderita diare naik jadi 498 pasien, DBD 168 pasien, Kejang 101 pasien dan pneumonia 36 pasien.
Sementara Direktur RS Siti Aisyah, dr Charlie melalui Humas, Cecep menyampaikan selain penderita demam tipoid 288 pasien, anak-anak juga ada yang menderita diare 163 pasien, DBD 61 pasien, ISPA 2 pasien, dan Febris satu pasien.(adi/lik)