JAMBI-Provinsi Jambi menjadi peringkat tertinggi dalam mendapatkan konten negatif yakni 91 persen di media daring (jaringan) dari tiga provinsi lainnya yang menjadi wilayah kerja Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian (BPSDMP) Kominfo Jakarta. Bahkan Jambi mengalahkan ibukota negara (Jakarta) untuk hal konten negatif ini.
Ketiga wilayah kerja tersebut adalah DKI Jakarta, Sumatera Selatan (Sumsel) dan Bangka Belitung (Babel). Hasil ini berdasarkan survei penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dilakukan oleh Badan Litbang SDM Kemkominfo melalui Puslitbang Aptika dan IKP di tahun 2019 lalu.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jambi Nurachmat Herlambang mengatakan, berdasarkan survei di atas bahwa responden (masyarakat, red) di Jambi banyak menerima konten negatif tentang berita penipuan yaitu 71 persen. Kemudian disusul berita bohong 70 persen, pornografi 42 persen, isu SARA 11 persen. Lalu judi, radikalisme dan pencemaran nama baik 8 persen, sedangkan terorisme hanya 4 persen.
"Sumber konten negatif yang pernah didapat mereka kebanyakan bersumber dari orang yang belum dikenal atau baru dikenal, yaitu sekitar 69 persen," sampainya.
Untuk tiga daerah lainnya, kata Nurachmat, konten negatif yang diperoleh DKI Jakarta 85 persen, Sumsel 73 persen, dan Babel 86 persen. "Kalau responden pernah mengalami cyber bullying di Jambi juga paling tinggi dari daerah lain. Yaitu Jambi 20 persen, DKI Jakarta 8 persen, Sumsel 4 persen dan Babel 6 persen," sampainya.
Peringkat tertinggi di Jambi itu, Nurachmat menyebut, terkait dengan penggunaan TIK yang juga tinggi. Seperti Jambi 94 persen, DKI Jakarta 89 persen, Sumsel 87 persen dan Babel 91 persen.
"Kalau menggunakan medsos di DKI Jakarta 78 persen, Jambi 73 persen, Sumsel 70 persen dan Babel 56 persen. Untuk penggunaan instant messaging DKI Jakarta 84 persen, Jambi 74 persen, Sumsel 69 persen dan Babel 60 persen," sebutnya.
Kendati demikian, Nurachmat menjelaskan, para responden Jambi saat ini sudah pandai memilah berita-berita hoax. Mereka tidak langsung menerima secara bulat-bulat berita yang diterimanya.
"Walau banyak mendapatkan konten negatif namun masyarakat Jambi mampu memilah dan memanfaatkan Medsos dengan baik,’’ katanya.
Mereka tidak langsung menerima berita-berita hoax, tapi sudah bisa menkroscek terlebih dahulu apakah itu berita bohong atau tidak," tuturnya.
Ini dibuktikan dalam penggunaan TIK dari masyarakat terhadap aspek budaya. "Hasilnya 77 persen masyarakat Jambi tidak langsung percaya semua informasi medsos online dan hanya 22 persen saja yang setuju (percaya,red)," sambung Nurachmat.
Masih berdasarkan hasil Survei, Nurachmat menyampaikan jika masyarakat Jambi lebih banyak menggunakan TIK terhadap aspek pelayanan secara online dibidang pelayanan kesehatan (16 persen) dan pelayanan pendidikan (15 persen).
"Ini menyusul sebagai informasi atau konten yang bermanfaat bagi mereka itu memang dua pelayanan tersebut. Dimana pendidikan 75 persen, Kesehatan 70 persen," paparnya.
Nurachmat juga mengatakan, rata-rata masyarakat Jambi banyak memiliki akun medsos Facebook 70 persen, kemudian Youtube 40 persen, instagram 32 persen dan Twitter hanya 7 persen.
"Sedangkan untuk akun instant messaging yang dimiliki masyarakat Jambi itu WhatsApp 74 persen, Facebook messenger 24 persen, Line 7 persen, Telegram 4 persen, Skype 1 persen dan Google Hangout 3 persen," pungkasnya. (aba)