JAKARTA - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengaku dianiaya oleh dokter dari Rumah Sakit Umum Adhyaksa. Itu terjadi saat melakukan pemeriksaan di Rutan Guntur, Pomdam Jaya, Jakarta.
Penganiayaan yang dimaksud yakni mendapat pukulan dari dokter hingga terjatuh. Namun pengakuan Kivlan Zen langsung dibantah Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejaksaan Agung, Hari Setiyono menegaskan hal itu tidak benar. "Kami bisa mempertanggungjawabkan secara hukum. Tidak benar ada penganiayaan seperti yang dituduhkan itu," ujar Hari di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (31/1).
Direktur RSU Adhyaksa, Diah Eko Putranti juga hadir. Pada kesempatan itu, Diah menjelaskan secara rinci kronologis peristiwa pemukulan oleh dokter seperti tuduhan Kivlan. Awalnya adanya permohonan pemeriksaan kondisi kesehatan dari Kivlan Zen kepada tim jaksa penuntut umum di Kejati DKI Jakarta. "Pada 2 September 2019, kami diminta Jaksa Penuntut Umum untuk memeriksa kesehatan yang bersangkutan. Kami datang ke rumah tahanan POM Guntur," kata Diah.
Selanjutnya, lanjutnya, pihak RSU Adhyaksa memerintahkan Yohan Wenas dan paramedis untuk melakukan pemeriksaan terhadap Kivlan bersama dengan tim dokter dari Polri. "Setelah tiba di Rutan, langsung melakukan pemeriksaan kesehatan dan dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui bahwa Kivlan tidak dalam kondisi kegawatdaruratan. Sehingga tidak perlu dirujuk saat itu juga ke rumah sakit," jelasnya.
Setelah itu, kata Diah, hasil pemeriksaan kesehatan dituangkan ke dalam surat hasil pemeriksaan oleh Yohan Wenas. Usai melakukan pemeriksaan, Yohan keluar dari ruangan Kivlan. Namun sebelum jauh meninggalkan ruangan, tas Yohan tertinggal di ruangan Kivlan. Sehingga dia kembali lagi. Saat ingin mengambil tas, dua pengacara tersebut menutup pintu dan menghadang Yonas. "Kivlan meminta agar Yohan membacakan surat hasil pemeriksaan. Namun saat dibacakan Kivlan merebut surat tersebut dengan paksa," imbuhnya.
Mendapat perlakukan seperti itu, Yohan reflek dan berusaha mengambil kembali surat tersebut. Namun, tidak ada pemukulan. "Saat direbut, Kivlan teriak saya dipukul, saya dipukul. Setelah itu dokter keluar ruangan tanpa membawa surat hasil pemeriksaan yang direbut Kivlan," tegasnya.
Disinggung soal pemeriksaa medis apa yang dilakukan dokter dari RSU Adhyaksa, Diah mengatakan, pemeriksaan terhadap Kivlan berupa analisa kesehatan dari tanya jawab dokter dengan yang bersangkutan mengenai keluhan Kivlan, tekanan darah serta vital sign.
Hari Setiyono menambahkan pemeriksaan yang dilakukan dokter sudah memenuhi prosedur. Jika mau ada pemeriksaan lebih lanjut akan dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). "Jadi tidak pernah terjadi pemukulan. Saya meluruskan informasi, tidak pernah ada pemukulan," tegasnya.
Disinggung soal apakah Kejaksaan akan mengambil langkah hukum terkait peristiwa ini, Hari menyatakan pertama yang harus diinformasikan yakni mengklarifikasi pemberitaan yang menyebut ada pemukulan terhadap Kivlan. "Kita meluruskan, rujuk dan damai, " tutupnya.
Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan tindak pidana kepemilikan senjata api ilegal, Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen membuat pengakuan mengejutkan. Dia yang tengah menjalani pengobatan lantaran sakit paru-paru menyebut pernah dihalang-halangi jaksa untuk ke rumah sakit. Bahkan, Kivlan menyebut dianiaya sang dokter di rumah sakit Kejaksaan yang berada di Jakarta Timur. (lan/fin/rh)