News . 01/02/2020, 04:16 WIB
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menemukan ratusan jurnal ilmiah abal-abal. Mereka yang berada di balik jurnal predator ini kerap menipu dosen yang ingin mempublikasikan karya ilmiahnya.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Plt Dirjen Dikti) Kemendikbud, Nizam, mengatakan jurnal abal-abal kerap menawarkan jasa penerbitan jurnal internasional.
"Saya sudah kumpulkan sejumlah nama di balik jurnal predator tersebut. Jumlahnya ratusan," kata Nizam, Jumat (31/1)
Nizam menjelaskan, bahwa basis jurnal predator sangat luas tersebar di berbagai negara. Jurnal abal-abal tersebut memanfaatkan giatnya dosen Indonesia yang mengeluarkan jurnal internasional.
"Indonesia dosennya lagi bergairah menulis. Jadi, itu salah satu potensi yang mereka lihat. Sebab, dosen ditagih sejumlah uang untuk menerbitkan jurnal dengan iming-iming akan diluncurkan dalam rentang satu minggu," jelasnya.
Nizam menegaskan, bahwa untuk meluncurkan jurnal internasional yang resmi, tak ada biaya yang dipungut dari dosen. Selain itu, prosesnya berlangsung lebih lama.
"Untuk yang resmi, dosen tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun saat mengurus jurnal internasional," terangnya.
Untuk itu Nizam mengingatkan, agar dosen tak terpengaruh rayuan jurnal predator. Karena biasanya jurnal predator itu selalu menjanjikan jurnal bisa terbit dalam seminggu.
"Padahal untuk menerbitkan jurnal internasional bisa berbulan-bulan. Soalnya ada tahap verifikasi, review dan lain-lain dulu kan," pungkas dia.
Anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Gerindra, Djohar Arifin Husin, mengusulkan kepada Mendikbud Nadiem Makarim, agar kewajiban dosen menerbitkan karya ilmiah di jurnal internasional sebagai syarat kenaikan dan mempertahankan jabatan fungsional dihapuskan.
Djohar menilai, kewajiban itu minim manfaat, bahkan dalam praktiknya hanya menyulitkan dosen.
"Ada yang sampai menggadaikan sepeda motornya. Ada yang mobil. Macam-macam penderitaan dosen-dosen karena harus menulis (karya ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional). Ini hendaknya dihapuslah," kata Djohar
Djohar juga meminta, Nadiem menyerahkan wewenang pengangkatan guru besar kepada pihak kampus, melainkan bukan Kemendikbud seperti yang selama ini terjadi.
"Kementerian tidak kenal sama mereka, di kampusnya lah yang paling tahu," ujarnya.
Menurut Djohar, tugas Mendikbud hanya memberikan surat keputusan mengenai pengangkatan guru besar bukan memilihnya. "Tidak mungkin ratusan ribu guru besar ini Menteri harus ikut memeriksanya," pungkasnya. (der/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com