Terkait Wacana Tunda Pemilu, Demokrat Khawatir Terjadi Perpecahan Besar Seperti Tahun 1998

Terkait Wacana Tunda Pemilu, Demokrat Khawatir Terjadi Perpecahan Besar Seperti Tahun 1998

Ilustrasi Pemilu 2024-Ilustrasi-twitter

JAKARTA, FIN.CO.ID– Wacana tunda Pemilu 2024 terus digaungkan dalam berbagai bentuk. Hal ini mencerminkan ketakutan dan akal-akalan Pemerintah untuk menghindari pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024 nanti. 

Wasekjen Partai Demokrat Jovan Latuconsina menilai, wacana tunda Pemilu dan memperpanjang kekuasaan merupakan post power syndrome atau indrom paska kekuasaan. 

"Ini namanya Pre-Post Power Syndrome. Jadi belum selesai kekuasaan, sudah takut kehilangan kekuasaan," kata dia lewat keterangan tertulis, Minggu 13 Maret 2022.

(BACA JUGA:Demokrat Lihat Jokowi Punya Ambisi Besar Tunda Pemilu dan Ubah Konstitusi)

Jovan menambahkan, padahal dulu adanya Reformasi itu agendanya cuma satu, yakni membatasi kekuasaan. Cukup dua periode. Tidak ada perpanjangan jabatan, tidak adatiga periode, tidak tunda Pemilu. 

"Bahkan pasca reformasi, alih-alih tunda Pemilu, yang ada justru malah percepatan Pemilu. Lah sekarang dengan kondisi KPU yang jauh lebih baik dan pengalaman, kenapa kita berpikir tunda Pemilu," kata Jovan.

Jovan mengapresiasi sikap tegas Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Ketum NasDem Surya Paloh yang tegas menolak penundaan Pemilu dan wacana Presiden tiga periode.

(BACA JUGA:Muhaimin Iskandar Mendadak Muncul Usul Tunda Pilpres 2024, Demokrat: Jangan Buat Gaduh! )

"Beliau-beliau ini tahu betul konsekuensi dari menghianati demokrasi ini. Rakyat bisa jadi korban. Bukan tidak mungkin TNI Polri akan dijadikan alat untuk membungkam ketidaksetujuan rakyat," katanya. 

Kata dia, sejarah mengajarkan ketika rakyat terus ditekan dan ditakut-takuti, dikhawatirkan mereka akan tiba pada satu titik untuk melawan balik, sehingga bisa terjadi perpecahan besar.

"Konsekuensi inilah yang dihindari oleh kita semua," ungkapnya. 

Dia melanjutkan, pergantian kekuasaan adalah sesuatu yang alamiah dalam sejarah, dan sudah dijamin dalam konstitusi. 

"Jika ini diutak-atik terus dengan berbagai alasan, sejarah tahun 1998 mengajarkan pada kita bagaimana publik melakukan koreksi dengan sendirinya,” tegas Jovan. 

(BACA JUGA:Soal Konflik Desa Wadas, Buzzer Ganjar Panik Serang Partai Demokrat, Apa Hubungannya? )

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: