Pakar Hukum Ini Prediksi Vonis Penjara Terdakwa Kasus Asabri Akan Nol

Pakar Hukum Ini Prediksi Vonis Penjara Terdakwa Kasus Asabri Akan Nol

Ilustrasi - Gedung Asabri--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Pakar Hukum Pidana yang sekaligus merupakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus memprediksikan putusan vonis penjara terdakwa kasus Asabri Heru Hidayat bakal berakhir nol. 

Hal ini, kata Petrus, mengandaikan majelis Hakim Tipikor yang mengadili perkara ini konsisten dengan surat dakwaan dan fakta persidangan serta tidak mempertimbangkan tuntutan hukuman mati JPU terhadap Heru Hidayat karena tidak dicantumkan dalam surat dakwaan. 

“Karena Heru Hidayat sudah divonis putusan penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, maka jika yang bersangkutan divonis bersalah lagi dalam kasus Asabri dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, maka putusan dalam kasus Asabri akan dengan vonis penjara akan nol,” ujar Petrus kepada wartawan, Senin 17 Januari 2022.

(BACA JUGA:Pakar Hukum: Jika Rujuk Aturan, Terdakwa Asabri Tidak Bisa Divonis Hukuman Mati)

Indonesia, kata Petrus, tidak mengenal pidana penjara komulatif seperti di Amerika Serikat yang memungkinkan orang bisa dipenjara sampai ratusan tahun. 

Pidana penjara tertinggi di Indonesia, tutur dia, adalah seumur hidup dan jika bukan seumur, maka pidana penjara terberatnya adalah penjara tertinggi ditambah sepertiga-nya. 

“Karena penjara seumur hidup merupakan pidana penjara tertinggi dan Indonesia tidak mengenal pidana penjara komulatif seperti di AS,” ujarnya.

Selain itu, Petrus juga mempertanyakan alasan jaksa tidak menggabungkan dakwaan dan tuntutan pidana kasus Jiwasraya dan kasus Asabri. Pasalnya, kata Petrus, hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 141 KUHAP yang menyebutkan penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan.

"Apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan menerima beberapa berkas perkara dalam hal, pertama beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya," terangnya.

Kedua, beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan yang lain. Ketiga, beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan.

“Sebenarnya di dalam pasal 141 KUHAP diatur mengenai penggabungan dakwaan dan tuntutan, di mana Heru Hidayat dan Beny Tjokro merupakan terdakwa korupsi dalam kasus korupsi Jiwasraya, mengapa JPU tidak membuat penggabungan tuntutan pidana  dalam kasus korupsi Asabri bersamaan dengan korupsi Jiwassraya sesuai ketentuan Pasal 141 KIHAP karena syarat-syaratnya terpenuhi. Ini menjadi tanda tanya bahkan menimbulkan kecurigaan publik,” pungkasnya.

Terkait putusan nol dalam kasus Asabri sebenarnya sudah diprediksikan juga oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno. Nur menyebutkanya putusan blanko karena Heru Hidayat sudah divonis penjara seumur hidup dalam kasus yang lain, yakni kasus Jiwasraya.

“Dalam kasus Jiwasraya, Heru Hidyat sudah dipidana penjara seumur hidup, maka di dalam perkara Asabri, jika majelis hakim menyatakan Heru Hidayat itu terbukti bersalah melakukan tidak pidana sebagaimana dalam dakwaan, maka di amar putusannya dinyatakan pidananya, namun pidana blanko. Artinya pidana penjaranya nol,” ujar Nur saat dihubungi wartawan, Selasa 11 Januari 2022. 

Nur menjelaskan, bahwa pidana penjara seumur hidup merupakan pidana penjara maksimun yang berlaku di Indonesia. Artinya, sepanjang hidupnya, terpidana tersebut berada di dalam penjara. Jika dalam suatu kasus, terpidana seperti Heru Hidayat sudah divonis pidana penjara seumur hidup, maka dalam kasus-kasus lain di mana yang bersangkutan terbukti bersalah, tidak bisa lagi dijatuhi hukuman penjara.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Derry Suta

Tentang Penulis

Sumber: