Berani Mutasi, Sanksinya Diskualifikasi

Berani Mutasi, Sanksinya Diskualifikasi

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengingatkan para kepala daerah yang kembali maju pada pilkada atau petahana, dilarang memutasi pejabat selama masa pemilu. Jika ada kepala daerah yang nekat atau bandel, Bawaslu tidak segan memberi sanksi yang berat. Bahkan, bisa didiskualifikasi jika terbukti melanggar. Ketua Bawaslu RI, Abhan mengatakan, pihaknya mengingatkan karena sifat yang mendesak. Ada pun surat edaran terkait hal tersebut ditindaklanjuti Bawaslu tiap daerah. Dia menjelaskan petahana yang dilarang memutasi pejabat tanpa seizin Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), terhitung sejak enam bulan sebelum penetapan pasangan calon. Langkah tersebut menjadi salah satu bagian upaya pencegahan, terjadinya pelanggaran di lingkup aparatur sipil negara (ASN). Sebab sudah seharusnya Bawaslu bisa menekan berbagai potensi pelanggaran secara maksimal. "Kami ingin mengetahui serta memastikan kesiapan seluruh jajaran hingga ke tingkat daerah. Tujuannya agar pengawasan pilkada mendatang bisa dilakukan secara maksimal," ucap Abhan di Jakarta, Kamis (9/1). Selama pengawasan pilkada, ada beberapa poin penting yang perlu ditekankan. Yakni politik uang, netralitas ASN, serta ujaran kebencian atau kebohongan dan hoaks. Abhan mengingatkan Bawaslu di seluruh daerah jika pengawas pemilu harus bisa melakukan pencegahan. Apabila ada pelanggaran, harus ada penindakan. "Juga yang kami soroti terkait daftar pemilih tetap (DPT), agar tidak menjadi persoalan seperti yang terjadi pada pemilu sebelumnya," tuturnya. Untuk itu diperlukan kerja sama semua pihak. Termasuk masyarakat agar melakukan pengecekan terhadap data diri saat tahapan pemutakhiran data. Hal ini untuk memastikan sudah benar-benar terdata atau belum. Masyarakat juga diminta berpartisipasi secara aktif membantu mengawasi pelaksanaan pesta demokrasi di daerahnya masing-masing. Jika menemukan suatu pelanggaran, bisa segera melaporkannya kepada petugas di lapangan. Kementerian Dalam Negeri sendiri akan menahan izin mutasi pejabat eselon pemerintah daerah. Dikhawatirkan, akan dimanfaatkan untuk kepentingan Pilkada 2020. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengakui, jika sampai saat ini belum ada yang mengajukan izin ke Kemendagri. “Kalau izin mutasi, kami akan sangat selektif, kami tidak mau lagi ada yang ditengarai digunakan untuk kepentingan mobilisasi pilkada," kata Akmal. Pemerintah daerah yang harus mengajukan izin mutasi ke Kemendagri, yakni yang berencana menggelar mutasi setelah 8 Januari 2020. "Kalau sebelum tanggal 7 Januari, itu kewenangan di Badan Kepegawaian Negara, di luar kewenangan kami," imbuhnya. Kemendagri akan menahan pemberian izin bagi pemda untuk memutasi pejabat eselonnya setelah 8 Januari 2020. Sebab persepsi mutasi dari setiap lembaga berbeda-beda. "Kita rapat dengan penyelenggara. Satukan suara karena makna izin mutasi itu beragam. Izinnya seperti apa. Apakah buru-buru masuk atau tidak. Kami berkomunikasi dengan DKPP. Salah satu substansi yang sering disengketakan adalah persoalan izin," terangnya. Setelah semua lembaga memiliki persepsi yang sama, Kemendagri akan memberikan izin secara selektif jika memang mutasi sangat dibutuhkan daerah ketika penyelenggaraan pilkada berlangsung. Sementara itu, untuk ribuan pejabat eselon yang sudah dimutasi di berbagai daerah beberapa hari belakang, tidak bisa dievaluasi Kemendagri. "Mereka telah dimutasi sebelum tanggal 7 Januari 2020, itu di luar kewenangan kami," tandasnya. (khf/fin/rh)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: