Tarif Ojol Bakal Naik Bulan Depan?

Tarif Ojol Bakal Naik Bulan Depan?

JAKARTA - Di tengah tuntutan pengemudi ojek online (ojol) kepada pemerintah untuk merevisi UU Nomor 2009 tentang Lalu Lintas, yaitu menjadikan ojol sebagai moda transportasi umum, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan akan melakukan penyesuaian tarif yang ditetapkan dalam dua Minggu atau satu bulan ke depan. Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi mengatakan, dalam penyesuaian tarif akan melibatkan pihak yang terkait seperti aplikator ojol untuk duduk bersama membahasnya. "Mungkin nggak bisa cepat ya. Paling cepat dua Minggu, yang fair satu bulanlah. Karena kita harus menghitung, setelah menghitung kita ketemu aplikator, kita ketemu para pengemudi," kata Menteri Budi di Jakarta, kemarin (18/1). Lanjut Budi, selain aplikator ojol yang diundang, pihaknya juga akan mengajak lembaga perlindungan konsumen Indonesia untuk turut memberikan masukan sehingga ke depan tidak ada yang keberatan atas kebijakan yang dikeluarkan oleh regulator. "Jadi kita nggak mungkin mengambil dari langit 10 jadi 5 atau 5 jadi berapa gitu. Nggak mungkin. Jadi kita akan menghitung komponen-komponen dalam harga penggunaan ojol itu berapa," tutur dia. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi menambahkan, kenaikan tarif ataupun turun disebabkan salah satunya asuransi dari perusahaan aplikator, yakni BPJS Kesehatan. "Kalau sekarang ini, mereka mina peninjauan kembali karena ada beberapa indikator di Peraturan Menteri/Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 348 sudah naik. Contoh BPJS Kesehatan. Jadi mungkin sudah wajar, ya sudah nggak apa-apa, kita akan mulai (kenaikan tarif)," ujar Budi Setiyadi. Tentu saja, pemerinah tidak langsung begitu saja menaikkan tarif. Pemerintah akan melihat dari berbagai sisi, terutama melihat daya beli masyarakat sehingga tidak membebani masyarakat dengan kenaikan tarif ojol. "Ya itu, saya sudah sampaikan pada mereka kenaikan pasti disesuaikan dengan willingness to pay. Saya akan melibatkan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia)," ungkapnya. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira sebelumnya menilai kenaikan tarif ojol didasarkan kondisi perekonomian Indonesia yang terus melemah. "Dasar pertama karena pemerintah khawatir bahwa penerimaan pajak tahun 2020 akan terjadi shortfall yang cukup besar atau tidak mencapai target cukup besar. Kedua, pelebaran defisit ekonomi yang terus memburuk, pelebaran defisit 2020 akan bengkak," ujar Bhima. Menurut Bhima, reformasi anggaran yang dilakukan pemerintah saat ini terbilang terlambat untuk dilakukan. Ia menilai, pemerintah seharusnya jauh-jauh hari sudah melakukan langkah-langkah efisiensi. "Tapi kondisi ekonominya sudah berbeda. Kalau sekarang trennya terus melemah melambat, momennya sudah lewat, keberanian yang terlambat. Karena keberanian melakukan efisiensi anggaran kalau dilakukan sekarang bukan berani tapi itu sebuah kesalahan fatal," tegas Bhima. Ia meyakini, kebijakan ini akan memberikan dampak besar kepada geliat perekonomian Indonesia ke depan dan juga masyarakat. "Ini pasti akan menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan pada 2020. Growth-nya (perekonomian) malah bisa melambat di bawah 4,9 persen. Justru memukul dunia usaha, memukul masyarakat menengah ke bawah, inflasi, perlambatan konsumsi, retail, manufaktur," jelas dia. Saran dia, pemerinah sebetulnya bisa menerapkan kebijakan stimulus fiskal, mempertahankan subsidi, dan menjaga daya beli masyarakat ketimbang menaikkan tarif ojol. Sebagaimana diketahui, tarif ojol terakhir disesuaikan atau naik per September 2019 lalu. Kenaikan itu juga telah disesuaikan dengan sistem zonasi.(din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: