Batal, Daerah Tunggu Instruksi Pusat

Batal, Daerah Tunggu Instruksi Pusat

JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kantor Cabang Palangka Raya menunggu petunjuk lebih lanjut terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Sementara Pemerintah daerah masih menunggu arahan Pemerintah Pusat terkait pembatalan Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 tentang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan akan mempengaruhi keberlangsungan BPJS Kesehatan. ”Tentu, kita melihat keputusan tersebut bahwa Perpres BPJS, pengaruhnya ke seluruh rakyat Indonesia. Keputusan batalkan satu pasal saja itu mempengaruhi seluruh sustainability dari BPJS Kesehatan. Sedang kita pelajari, kami tahu daerah juga pasti sedang menunggu kebijakan nantinya,” katanya di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Jakarta, Selasa (10/3). Sri Mulyani memahami kebijakan kenaikan iuran tersebut tidak dapat memuaskan semua pihak, namun dirinya memastikan pembentukan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan telah mempertimbangkan seluruh aspek. ”Saat pemerintah buat perpres itu semua aspek sudah dipertimbangkan. Kita sangat paham, mungkin tidak semua puas, tapi itu kebijakan yang secara hati-hati,” ujarnya.

BACA JUGA: Tarif Ojol Resmi Naik Rp250 per Km

Ia menyebutkan aspek yang dipertimbangkan di antaranya meliputi keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengupayakan jasa kesehatan harus dapat dinikmati seluruh rakyat Indonesia. ”Kalau yang melaporkan itu menggunakan argumentasi mengenai jasa kesehatan harus bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, maka kita juga gunakan itu. Bagaimana bisa beri pelayanan, tapi tetap memiliki keberlangsungan,” katanya. Berikutnya, mengenai aspek keadilan yaitu pemerintah mempertimbangkan 96,8 juta penduduk miskin agar dapat menggunakan fasilitas kesehatan dengan meminta masyarakat yang memiliki kemampuan finansial untuk membantu. ”Mereka yang mampu diminta juga untuk ikut bergotong-royong dengan dibagi jadi tiga kelas. Kita melihat seluruh sistem karena itu keputusan yang sangat mempengaruhi keseluruhan JKN, jadi kita lihat dampaknya bagaimana,” katanya. Sri Mulyani mengaku akan terus memantau dampak keputusan MA tersebut karena mempengaruhi keseluruhan sistem JKN sehingga tidak dapat dilihat sepenggal-penggal. ”Kami terus melihat dari sebuah ekosistem, tidak sepenggal-penggal. Kita melihat seluruh peserta dan kesehatan keuangan BPJS Kesehatan,” ujarnya. Ia pun meminta pihak BPJS Kesehatan dapat selalu transparan dalam menyampaikan laporan keuangan mulai dari terkait biaya operasi, gaji, maupun defisit agar masyarakat mengetahui masalah yang sedang terjadi. ”Kita rangkum supaya masyarakat tahu ini masalah bersama, bukan satu institusi. Kita berharap masyarakat tahu ini konsekuensinya besar terhadap JKN,” katanya. Menanggapi putusan MA tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan putusan Mahkamah Agung terhadap judicial review yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah bersifat final. ”Putusan MA kalau judicial review itu adalah putusan yang final. Tidak ada banding terhadap judicial review," tegasnya.

BACA JUGA: Modus Lama, 4 Anggota Pembobol ATM Ditangkap

Berbeda, kata dia, dengan gugatan perkara perdata atau pidana di pengadilan yang masih bisa diajukan peninjauan kembali (PK) setelah diputus kasasi oleh MA. ”Ya, kalau judicial review itu sekali diputus final dan mengikat. Oleh sebab itu yang kita ikuti saja. Pemerintah kan tidak boleh melawan putusan pengadilan,” ujar Mahfud. Sementara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi Putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 yang berisi mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan. ”Saya mengapresiasi Putusan MA tersebut dan mendorong Pemerintah dalam menetapkan peraturan harus sesuai dengan kajian filosofis, yuridis, dan sosiologis,” kata Bamsoet. Dia menjelaskan pemerintah dalam menetapkan peraturan harus sesuai dengan kajian filosofis, yuridis, dan sosiologis agar peraturan yang ditetapkan dapat berlaku secara efektif dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Menurut dia, Pemerintah harus melaksanakan putusan MA tersebut dan menyatakan bahwa Perpres Nomor 75 dibatalkan. ”Lalu melakukan sosialisasi tentang pembatalan tersebut dan mengembalikan besaran iuran BPJS seperti semula yang sudah ditetapkan,” ujarnya. Sebelumnya, MA mengabulkan sebagian permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dikutip dari laman MA di Jakarta, Senin, uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi. Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I. Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020. (khf/dim/fin/ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: