All England: Tim Sudah Tampil Habis-habisan

All England: Tim Sudah Tampil Habis-habisan

JAKARTA - Ganda putra Indonesia gagal mempertahankan gelar juara All England open 2020. Padahal sektor ini yang awalnya digadang-gadang mampu meraih gelar juara pada turnamen level Super 1000 tersebut. Di ajang ini, capaian terbaik nomor andalan Merah Putih tersebut diraih oleh pasangan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang menempati posisi runner-up usai kalah di babak final. Pasangan berjuluk The Minion itu takluk dari unggulan keenam asal Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe lewat pertarungan rubber game dengan skor 18-21, 21-12 dan 19-21. Tidak hanya Kevin/Marcus yang menjadi tumbal keganasan Endo/Watanabe. Juara bertahan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan juga disingkirkan oleh mereka di babak perempat final dengan skor 19-21 dan 18-21. Sedangkan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Ade Yusuf/Wahyu Nayaka Arya Pankaryanira masing-masing terhenti di babak dua dan babak pertama. Fajar/Rian kalah dari wakil tuan rumah Marcus Ellis/Chris Langridge di babak kedua. Sementara, Ade/Wahyu tumbang di babak pertama oleh unggulan ketiga China, Li Jun Hui/Liu Yu Chen. Kegagalan, sektor ganda putra meraih gelar juara tentunya bakal menjadi bahan evalusi. Pelatih ganda putra, Herry Iman Pierngadi pun menjabarkan evaluasi terhadap masing-masing pasangan. Untuk Kevin/Marcus, Harry menilai bahwa mereka sudah bermain maksimal di babak final. Namun, keberuntungan tidak berpihak kepada Minions. Apalagi, Herry menilai Minions masih tergesa-gesa dan kurang sabar. "Menurut saya mereka sudah habis-habisan, sudah maksimal kemarin. Cuma ada unsur hokinya juga, kemudian pada poin-poin akhirnya agak kurang sabar, kurang tenang sedikit. Khususnya Kevin yang terlalu buru-buru di depan," jelas Harry. "Tapi menurut saya selama enam penampilan lawan Jepang (Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe) ini, meski kalah terus, tapi saat final kemarin menurut saya ini yang paling maksimal. Paling mendekati dan memungkinkan untuk memenangkan pertandingan," tambahnya. Lebih lanjut, terkait Hendra/Ahsan, Herry menilai pbahwa pasangan berjulu The Daddies itu sudah cukup kelelahan sejak babak pertama dimana ia selalu pasangan asal Jepang. "Sampai pertandingan ketiganya mereka ketemu Endo/Watanabe. Memang kalau ketemu Endo/Watanabe kondisi fisik kita harus benar-benar fresh. Karena seperti yang saya bilang, kalau mau ambil poin dari mereka harus membunuh. Membunuh artinya apa? Ya kita harus menyerang," ujarnya. "Nggak bisa kita dapat poin secara gratis, menunggu kesalahan mereka. Jadi benar-benar harus membunuh, makanya tenaga dan fisik harus fresh dan nggak boleh kendor," imbuhnya. Namun, Herry menyayangkan performa Fajar/Rian yang dinilainya menurun di tahun ini. Ditambah, pada kesempatan itu, kondisi Rian sedang dalam kurang baik. Rian sedang bermasalah dengan kakinya. "Kalau dari hasil tahun lalu memang berbeda. Tahun lalu mereka di semifinal, tahun ini mereka di babak dua. Terlepas dari itu memang pemain Inggris (Marcus Ellis/Chris Langridge) ini cukup baik. Mereka main di kendang sendiri, pertahanannya juga baik, nggak gampang ditembus. Sedangkan kemarin sayang Fajar/Rian tampil di bawah performa terbaiknya," jelasnya. "Saat itu, kaki Rian memang sedang bermasalah, jadi kecepatannya sedikit menurun. Ditambah juga kemarin menurut saya, Fajar banyak melakukan kesalahan yang tidak perlu. Secara keseluruhan penampilan mereka bisa dibilang agak turun di All England tahun ini," sambungnya. Sedangkan untuk Wahyu/Ade, Herry menilai bahwa mereka sudah lebih baik dari sebelumnya meski harus gugur di babak pertama. Namun, Herry menyanyangkan mental Wahyu/Ade yang masih naik turun. "Ini yang menjadi PR dan evaluasi buat mereka sendiri. Kesempatan saya rasa cukup banyak dan cukup baik. Saya dan PBSI sudah memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut pertandingan dimana-mana. Cuma hasilnya masih kurang memuaskan. Ini memang terkait faktor individu mereka masing-masing. Kehidupan sehari-hari mereka seperti apa, mereka harus evaluasi diri mereka sendiri," tuntasya. Berbeda dengan Herry, pelatih ganda campuran Indonesia, Nova Widianto mengaku cukup puas dengan profora yang ditunjukkan oleh Praveen Jordan/Melati Dawva Oktavianti. Apalagi pasangan itu mampu merebut gelar juara usai mengalahkan wakil Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai dengan skor 21-15, 17-21, 21-8. "Persiapan mereka kali ini memang panjang. Kami juga evaluasi kemarin kelemahan mereka, kelebihan mereka. Kami sudah lihat kalau Praveen ada masalah di non teknisnya, sementara Meli (Melati Daeva Oktavianti) dari segi pertahanannya," ujar Nova. "Dan di sini hampir kelemahan mereka tidak kelihatan. Praveen bisa fokus, kalau salah bisa tetap fokus. Meli juga pertahanannya bagus, nggak gampang mati. Untuk final tadi saya nggak takut soal pola mainnya, tapi lebih mentalnya, faktor psikologisnya. Terutama Meli, dia sering tegang kalau main di partai final. Apalagi ini All England. Tapi ternyata di luar dugaan, malah Meli yang luar biasa, dari babak awal hingga saat ini," sambungnya menjelaskan. Meski demikian Nova menyoroti beberapa kesalahan anak asuhnya itu. Terutama dalam melakuka servis. "Cuma memang sempat ada keganggu sebentar karena servisnya banyak difault. Tapi di game ketiga mereka bisa bangkit lagi," tegasnya. Nova menambahkan rangkaian gelar yang pernah diperoleh Praveen/Melati juga secara tidak langsung mempengaruhi penampilan mereka di lapangan. Namun Nova juga berpesan agar hasil kali ini tidak membuatnya lengah, justru kian waspada demi merebut gelar-gelar lain kedepannya. “Sebelum All England, mereka pernah juara di Denmark, Perancis dan SEA Games. Habis dari situ mereka beda mainnya. Di sini faktor Praveen menentukan, karena dia punya pengalaman pernah juara di All England. Dan saya lihat Thailandnya juga kerasa tertekan, karena mereka pengen juara," tandasnya. (gie/fin/tgr)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: