Akhirnya, Mendagri Surati Bupati

Akhirnya, Mendagri Surati Bupati

JAKARTA – Akhirnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyurati bupati agar menunda pemilihan kepala desa serentak atau pemilihan kepala desa antarwaktu, mengingat situasi pandemi Virus Corona (Covid-19) saat ini. Surat bernomor 141/2577/SJ yang ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, di Jakarta, Selasa (24/3) itu, menyebutkan penundaan menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia 15 Maret 2020 terkait Covid-19. ”Dan Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 9.A Tahun 2020 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia yang diperpanjang dengan Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13.A Tahun 2020,” terang Mendagri dalam surat yang dibacakan Kapuspenkum Kemendagri Bahtiar, Rabu (25/3). Meskipun ditunda, kebijakan penundaan yang dilakukan itu nantinya tidak akan membatalkan tahapan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Contohnya, ketika pelaksanaan telah pada tahapan penetapan calon, maka proses tahapan selanjutnya yang terdapat kegiatan berkumpul orang banyak seperti kampanye calon maupun pemungutan suara yang diminta untuk dapat ditunda.

BACA JUGA: Tertular Jamaah Tabligh, 10 WNI di Malaysia Positif COVID-19

”Penundaan itu berkaitan dengan protokol nasional penanggulangan bahaya Covid-19 yang meminta agar hal yang berkaitan kunjungan kerja pada kepala desa atau menerima kunjungan dari dan ke daerah lain ditangguhkan dengan waktu yang akan diinformasikan kembali,” jelas Tito. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak menjadi kewenangan dari pemerintah daerah. Pasal 31 UU Nomor 6 Tahun 2014 itu mengatur penetapan kebijakan pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak dengan peraturan daerah. Kemudian, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 juga menyebutkan ketentuan lebih lanjut mengenai interval waktu pemilihan kepala desa secara bergelombang diatur dengan peraturan bupati, sehingga terkait penetapan waktu pelaksanaan maupun penundaan adalah menjadi kewenangan bupati. Di tempat terpisah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat perkembangan jumlah pasien positif terjangkit Virus Corona (Covid-19) di Indonesia mencapai 790 orang dan 58 orang meninggal dunia, serta 31 orang sembuh per 25 Maret 2020. ”Ada penambahan kasus baru konfirmasi positif sebanyak 105 kasus, sehingga total saat ini 790 kasus positif,” kata Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto saat konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Graha BNPB di Jakarta, Rabu (25/3). Terkait rapid test atau tes cepat oleh pemerintah, Yurianto menegaskan bahwa hal ini bukan untuk diagnosa. ”Rapid test tidak diarahkan untuk menegakkan diagnosa karena kita menggunakan rapid test berbasis pada respon imunologi,” jelasnya. Rapid test berbasis respon imunologi akan mengukur antibodi yang ada di dalam tubuh seseorang. Jumlah antibodi tersebut akan berfluktuasi jika ada virus masuk dalam tubuh seseorang. Jika pembacaannya positif maka bisa dipastikan bahwa tubuh orang itu pernah diinfeksi oleh virus atau sedang diinfeksi oleh virus karena sistem kekebalan tubuh antiobodinya ada. ”Kita tahu kalau virus masuk ke dalam tubuh kita, maka tubuh secara otomatis akan membentuk antibodi yang akan kita ukur dan inilah yang kemudian akan dideteksi,” ujarnya.

BACA JUGA: Ganjar Pranowo Kenang Sosok Almarhumah

Namun saat hasil pembacaannya negatif tidak ada jaminan bahwa dia tidak terinfeksi virus, bisa saja dia sudah terinfeksi tetapi antibodinya belum terbentuk. "Kita paham bahwa pembentukan antibodi itu butuh waktu sampai dengan enam atau tujuh hari, sehingga kalau infeksi itu belum enam atau tujuh hari, kita lakukan pemeriksaan hasilnya akan negatif,” kata dia. Jika hasilnya negatif tanpa keluhan, orang tersebut disarankan untuk jaga jarak, jika ada keluhan maka akan disarankan untuk karantina diri dan setelah tujuh hari berikutnya akan dilakukan tes lagi. ”Jika positif, maka ini adalah guidance atau tuntunan bagi kita untuk melakukan pemeriksaan antigen dengan menggunakan metode yang sudah kita ketahui yaitu Real Time PCR,” ujarnya. Namun jika setelah tujuh hari dilakukan pemeriksaan kedua masih tetap negatif, maka yang bersangkutan diyakini saat ini sedang tidak terinfeksi. ”Bukan dia kebal, kalau dia tidak bisa menjaga diri dengan baik mengabaikan kontak jauh (social distancing) tentang pembatasan aktivitas, bisa saja dia tertular,” terang Yuri. Ia pun mengakui sempat ada kesalahan penginputan data pada Selasa (24/3) kemarin terkait jumlah kasus positif COVID-19. ”Kemarin ada koreksi dari 686 kasus menjadi 685, karena ternyata ada satu pasien tercatat di dua rumah sakit dengan nama yang hampir mirip. Sudah kita konfirmasi ke daerah bahwa riilnya adalah 685 kasus, ditambah skeg 105 sehingga kasus kita sekarang (Rabu) 790 kasus,” jelasnya.

BACA JUGA: Langkahi Instruksi Presiden, IPW Tentang Gagasan Ridwan Kamil

Kesalahan data juga sempat terjadi pada data pasien yang meninggal akibat virus asal Wuhan, China, itu, akhirnya data kematian tercatat berjumlah 55 orang hingga Selasa kemarin dan mengalami penambahan 3 orang pada Rabu (25/3) menjadi 58 orang. Di tempat yang sama, Wakil Asisten Operasi Panglima TNI Marsma Jorry S Koloay menyebutkan 170.000 Alat Pelindung Diri (APD) telah didistribusikan ke seluruh daerah di Indonesia untuk penanganan kasus Covid-19. ”Pelaksanaan kegiatan ini bisa berjalan dengan baik dengan cepat karena atas instruksi Panglima TNI dan arahan dari Pak Ketua Gugus Tugas,” kata Marsma Jorry. Jumlah APD tersebut didapatkan dalam waktu dua periode dengan rincian periode pertama sebanyak 100.000 APD dan periode kedua sebanyak 70.000 APD. Nah untuk periode pertama, pendistribusian bantuan dikhususkan ke daerah DKI Jakarta sebanyak 40.000 APD, lalu sisanya sebanyak 60.000 APD dibawa ke Gudang Logistik Gugus Tugas Penanganan Covid-19.

BACA JUGA: Cegah Penularan Covid-19, Polisi Bubarkan Tabligh Akbar di Kabupaten Tangerang

Sebanyak 51.000 APD didistribusikan ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogjakarta, Bali, NTT, dan NTB sehingga tersisa sebanyak 9.000 APD yang dibagikan ke daerah- daerah lainnya. Untuk periode kedua, sebanyak 70.000 APD datang pada Rabu (25/3) dan langsung didistribusikan menggunakan pesawat milik TNI AU ke daerah- daerah di luar Pulau Jawa. ”Terhitung hari ini sudah kita distribusikan masing- masing 2.000 APD di luar Jawa dan Bali. Untuk Sorong 2.000, Jayapura 2.000, Merauke 1.000, Kalimantan Timur 2.000, Banjarmasin 2.000, Sumut 2.500, dan Kepulauan Riau 2.000 APD,” Kata Jorry. Ketua Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 Doni Monardo menambahkan, masyarakat diharapkan memaklumi alasan DKI Jakarta menerima APD paling banyak. ”Kita memang memberikan prioritas untuk DKI Jakarta karena masyarakat yang terdampak jauh lebih banyak dibandingkan daerah lain. Walaupun daerah provinsi di luar Pulau Jawa baru menerima 2.000 APD tetapi kami tetap berusaha untuk menambah (bantuan APD) lagi,” singkat Doni. (tim/fin/ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: